
Penampilan Sanggar Tari Yupa Berseri, dengan menyuguhkan tarian khas Dayak, tari burung enggang.(Dok. Yupa Berseri)
TENGGARONG, (KutaiRaya.com) : Baru terbentuk pada 2023, Sanggar Tari Yupa Berseri terus eksis untuk mewadahi bakat anak-anak. Sanggar tari ini berlokasi di Desa Embalut, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
Sanggar ini memang terbilang baru, berdiri pada tahun 2023, tapi semangat dan konsisten dalam mengembangkan bakat anak-anak di Desa tersebut patut diapresiasi.
Sanggar ini menjadi tempat bernaung para anak muda baik dari SD hingga SMA yang memiliki bakat dalam dunia seni tari.
Manajer Sanggar Tari Yupa Berseri, Ropi Sindi Pratama menceritakan, awal mula terbentuknya Sanggar ini karena minimnya wadah seni untuk para anak muda di Desa Embalut yang mempunyai skill di seni tari.
"Saat itu, setiap ada event Desa seperti turnamen sepak bola atau lomba balap ketinting, anak-anak Desa Embalut sering diundang tampil menari, melihat potensi mereka, pemerintahan desa pun memberi dukungan agar bakat ini tidak hilang begitu saja. Dari situlah kami sepakat membentuk wadah resmi bernama Sanggar Tari Yupa Berseri," ujar Ropi saat dihubungi Kutairaya.com, Jumat (3/10/2025).
Yupa Berseri sendiri diambil dari Pulau Yupa, yaitu salah satu pulau yang ada di Desa Embalut.
Awalnya Sanggar Tari Yupa Berseri ini memulai langkahnya dari nol. Bahkan saat pertama kali mengikuti lomba tari di Samarinda, mereka tidak memiliki dana sama sekali.
"Kami benar-benar mulai dari nol tanpa biaya, kami hanya diberikan bantuan dari Desa untuk menyewa kostum, tapi alhamdulillah kami sekarang sudah mulai berkembang," ucapnya.
Kini, dengan semangat dan kompak, Sanggar ini sudah dikenal diberbagai kegiatan, bahkan sempat tampil dalam acara di Hotel Swiss-Belhotel Samarinda saat malam tahun baru lalu, kemudian tampil di Kukar Festival Budaya Nusantara (KFBN), bahkan pernah tampil di ajang Wonderfull.
Sanggar Yupa Berseri ini melestarikan berbagai kesenian tradisional, mulai dari Tari Dayak, Tari Jepen dan Tari Kutai, hingga kini dalam proses untuk melestarikan alat musik tradisional seperti tingkilan dan gambus.
"Sebelum Sanggar ini terbentuk, kami punya grup musik Tingkilan Desa Embalut. Tapi karena sempat vakum, akhirnya kami bangkitkan lagi semangat itu lewat Sanggar ini," sebutnya.
Hingga saat ini, Sanggar tersebut memiliki sekitar 15 anggota, mereka rutin latihan di samping Kantor Desa Embalut, tempat yang disediakan oleh pemerintahan Desa.
Meski sudah berkembang, tantangan pasti ada, salah satunya menjaga kekompakan antar anggota, dan minimnya informasi event-event seni yang bisa mereka ikuti.
"Kami berharap bisa lebih banyak mendapat informasi tentang event seni, supaya jam terbang anak-anak bertambah. Tapi yang paling penting ini menjaga kelanjutan sanggar ini, jangan sampai seni budaya kita hilang begitu saja," tutupnya. (*zar)