Ilustrasi gambar alat Early Warning System (EWS), untuk mitigasi bencana banjir. Jumat (19/09/2025).(Foto: Dok.Google/KutaiRaya)
SAMARINDA, (KutaiRaya.com) : Program pemasangan alat deteksi bencana atau Early Warning System (EWS) yang diusulkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalimantan Timur belum bisa dilaksanakan karena faktor efisiensi anggaran.
Koordinator Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana Daerah (Pusdalops) BPBD Kaltim, Cahyo Kristanto menyampaikan, bahwa upaya pengadaan alat deteksi dini bencana banjir tersebut masih belum bisa di hadirkan. Pasalnya, hal ini berkaitan dengan faktor ketersediaan slot anggaran Pemprov Kaltim 2025.
“Kita sempat mengajukan EWS, tapi sampai sekarang belum terealisasi, karena ya kita tahu sendiri Kaltim lagi efisiensi anggaran ya,” ucap Cahyo, Jumat (19/9/2025).
Rencana pengadaan ini, dilandasi atas evaluasi terhadap siaga bencana. Salah satunya, untuk meminimalisir dampak dari bencana, terkhusus banjir yang sering terjadi di berbagai wilayah di Kalimantan Timur.
Selain itu, pengadaan alat EWS ini juga diajukan pasca banjir besar yang terjadi di Kabupaten Mahakam Ulu pada 2024 lalu.
Kalimantan Timur memiliki sungai terpanjang ke dua di Indonesia setelah Sungai Kapuas, yakni Sungai Mahakam. Potensi banjir pun menjadi hal yang penting untuk dilakukan mitigasi bencana. Sehingga, keberadaan alat EWS ini tentunya akan memberikan informasi lebih awal kepada masyarakat terkait dengan potensi banjir yang akan terjadi.
Cahyo pun belum bisa memastikan kapan alat itu akan segera dioperasionalkan, mengingat kepastian pengadaan alat tersebut belum dapat dipastikan.
“Tahun depan juga kita belum bisa memastikan, apakah alat ini bisa dihadirkan di Kaltim atau tidak,” bebernya.
Kondisi Kaltim yang sering diguyur hujan, membuat Cahyo membenarkan bahwa potensi terjadinya banjir bisa saja terjadi lagi. Perkiraan cuaca yang tidak menentu juga dapat membuat banjir bisa saja terjadi sewaktu-waktu.
“Jadi sementara kita hanya bisa memberikan bantuan peralatan penunjang banjir ya, seperti perahu karet dan lain sebagainya kalau ada masyarakat yang butuh pengungsian,” ungkapnya.
Terkait dengan biaya penanganan banjir, dirinya menyebutkan jika tidak tersedianya alat ini, maka penanganan banjir sejatinya juga memerlukan biaya cukup besar.
“Ya kalau tidak ada juga pada dasarnya cukup besar ya biaya penanganan,” lanjutnya.
Untuk Kaltim, setidaknya diperlukan 3 sampai 6 EWS di seluruh ruas sungai Mahakam. Mengingat Sungai Mahakam merupakan sungai yang mengalir seluas 980Km berdasarkan statistik.
“Kemudahan di masyarakat tentu masyarakat bisa langsung antisipasi, efisien, cepat ya. Karena kan informasi yang masuk ke masyarakat kalau ada EWS ini lebih cepat,” terangnya.
Untuk itu, dirinya berharap, agar pengadaan alat EWS ini dapat segera terealisasi dan memberikan dampak mitigasi lebih cepat kepada masyarakat.
Disisi lain, Edwin, selaku warga Kota Samarinda yang rumahnya berada di area rawan banjir mengungkapkan, bahwa perkiraan banjir tidak dapat diprediksi secara akurat.
Ditambah dengan cuaca yang dapat berubah sewaktu-waktu, membuat dirinya harus berjaga semalaman jika hujan melanda Kota Samarinda di malam hari, dengan curah hujan yang sedang hingga tinggi.
“Kadang saya harus begadang itu mas kalau malam hujan. Karena areanya ini kan kalau banjir cepat naik. Apalagi waktu itu hujan lebat ditambah Sungai Mahakam lagi pasang,” ungkap Edwin.
Menurutnya, dengan kehadiran EWS mampu memberi informasi yang akurat dan lebih cepat terkait dengan bencana banjir yang akan melanda.
“Ya saya berharap itu segera di buat ya, karena biar kita juga bisa tau kalau memang akan banjir, kita bisa antisipasinya,” harapnya. (*Abi)