
RDP DPRD Kukar Komisi IV.(Foto:Indri)
TENGGARONG,(KutaiRaya.com): Kasus dugaan pencabulan terhadap santri di salah satu pondok pesantren (Ponpes) di Kecamatan Tenggarong Seberang membuat DPRD Kutai Kartanegara (Kukar) menyoroti sistem pengawasan di lembaga pendidikan berbasis agama.
Anggota Komisi IV DPRD Kukar, Fathlon Nisa, menegaskan perlunya langkah serius untuk memperkuat pengawasan internal pesantren sekaligus memberikan pendampingan psikologis kepada para santri.
"Bukan hanya kasus hukumnya, tapi kita juga melihat bagaimana pengawasan di ponpes harus diperketat. Jangan sampai ada celah yang membuat kejadian seperti ini terulang," ujarnya usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama sejumlah pihak terkait, Selasa (26/8/2025).
Menurut Fathlon, pihak ponpes sudah mulai melakukan perbaikan, salah satunya dengan mengganti sistem pengawasan santri yang semula dilakukan sesama santri kini dialihkan kepada ustaz. Meski begitu, DPRD menilai upaya itu masih perlu evaluasi lebih lanjut.
"Kita ingin tahu sejauh mana efektivitas pengawasan ini berjalan. Apakah benar-benar mampu melindungi anak-anak, itu yang akan kita dalami saat turun ke lapangan," jelasnya.
Selain itu, DPRD bersama tim ad hoc juga akan melibatkan psikolog dan psikiater dalam proses screening untuk memastikan kondisi mental para santri tidak terganggu. Fathlon menekankan bahwa dampak psikis bisa menimpa bukan hanya korban langsung, tetapi juga teman-teman mereka yang mengetahui atau menyaksikan peristiwa tersebut.
"Anak-anak ini mungkin tidak bisa menceritakan dengan mudah, jadi perlu ada pendekatan profesional. Fokus utama kita adalah pemulihan psikis," tegasnya.
Ia juga menyebut keterlibatan lembaga pemerintah, aparat hukum, hingga organisasi keagamaan sangat penting dalam menangani kasus ini secara menyeluruh.
"Harus ada sinergi. Karena perlindungan anak bukan hanya tanggung jawab pesantren, tapi juga tanggung jawab kita semua," pungkasnya. (adv)