Lokasi proyek pematangan lahan di Jalan Letjen Suprapto, Gunung Kelua, Samarinda Ulu.(Siti Khairunnisa/Kutairaya)
SAMARINDA,(Kutairaya.com): Ketakutan menyelimuti warga RT 09 Kelurahan Gunung Kelua, Kecamatan Samarinda Ulu, setelah rumah-rumah mereka mulai mengalami kemiringan dan retakan. Masalah ini muncul seiring aktivitas pematangan lahan misterius yang dilakukan tanpa izin jelas di Jalan Letnan Jenderal Suprapto.
Ahmad Ucin, salah satu warga terdampak, mengaku tidak lagi merasa aman tinggal di rumah kontrakannya sejak tanah di sekitarnya mulai digarap untuk keperluan pembangunan.
"Rumah ini sudah miring. Setiap malam tidur saya takut-takut, khawatir tiba-tiba roboh," ungkap Ahmad, Selasa (05/08/2025).
Hal senada diungkapkan Nunung, warga lainnya. Ia mengaku kesulitan tidur setiap malam karena merasa tinggal di atas tanah yang labil.
"Rasanya seperti tinggal di atas tanah yang tidak stabil. Kami tidak tahu harus bagaimana lagi," ujar Nunung.
Eko, warga lain di RT 09, menyebut pergeseran tanah sebagai konsekuensi logis dari pengurukan di lahan atas. Ia mengkritik minimnya komunikasi dan mitigasi dari pelaksana proyek.
"Begitu tanah di atas diuruk, lumpurnya pasti terdorong ke bawah. Kami memang bukan orang teknik, tapi tahu risikonya. Jangan sampai pembangunan malah merugikan warga," kata Eko.
Ketua RT 09, Arbani, menyebut dirinya tak pernah diperlihatkan dokumen resmi terkait aktivitas tersebut. Ia hanya diberitahu secara lisan bahwa akan ada kegiatan di atas lahan sekitar dua hektare.
"Soal izinnya untuk apa, saya tidak tahu. Yang jelas sampai sekarang tidak ada dokumen yang ditunjukkan ke kami,"ungkap Arbani.
Sementara itu, Plt Kabid Penataan Ruang Dinas PUPR Samarinda, Nurvina Hayuni, menjelaskan bahwa kegiatan di lokasi tersebut belum memiliki kejelasan soal peruntukan lahan. Jika masuk kategori galian C, maka kewenangan perizinan ada di ESDM provinsi.
"Sebaiknya jelas dulu peruntukannya. Kalau galian C, izinnya ke provinsi. KBLI penyiapan lahan hanya pendukung, bukan utama," terang Nurvina.
Senada, Ananta selaku Kabid Pertanahan Dinas PUPR Samarinda menegaskan bahwa izin pematangan lahan pun belum dipenuhi oleh pelaksana proyek.
"Perizinan galian C dan izin pematangan lahan belum ada. Peruntukan lahannya juga belum jelas, itu yang jadi masalah utama," ucap Ananta.
Pihak pelaksana proyek, Dodi, tak membantah adanya kekurangan izin dalam kegiatan yang dilakukannya. Ia beralasan peruntukan lahan yang belum dipastikan membuat proses perizinan tersendat.
"Seharusnya memang kami ajukan izin galian C, tapi karena belum jelas peruntukannya untuk apa, kami belum urus. Jadi agak bingung juga," ujar Dodi, dikonfirmasi terpisah.
Menyikapi hal itu, Ketua Komisi III DPRD Kota Samarinda, Deni Hakim Anwar, menyatakan bahwa proyek ini telah melampaui izin awal yang diberikan dan harus segera dihentikan sementara.
"Kegiatan ini melampaui izin yang mereka miliki. Ini tidak bisa dibiarkan. Harus dihentikan dulu sampai semua legalitas dipenuhi,"tegas Deni.
Ia menekankan, persoalan ini bukan hanya administratif, tapi menyangkut keselamatan jiwa warga yang tinggal di bawah kontur tanah proyek. Risiko longsor dikhawatirkan meningkat, terutama menjelang musim hujan.
"Kami khawatir hujan deras bisa memicu longsor. Jangan tunggu korban baru semua sibuk mencari solusi," ucapnya.
Sebagai solusi, Deni menyarankan agar pelaksana proyek segera melengkapi semua dokumen perizinan, termasuk analisis dampak lingkungan (Amdal), serta UKL-UPL yang menjadi syarat wajib bagi proyek di wilayah padat penduduk.
"Semua kegiatan yang berdampak pada masyarakat harus diawasi ketat. Jangan sampai proyek membahayakan lingkungan sekitar hanya karena tidak tertib izin,"tutupnya. (skn)