• Jum'at, 17 Oktober 2025
logo
DPRD Provinsi Kalimantan Timur



Beberapa hasil kerajinan Eceng Gondok.(Siti Khairunnisa/Kutairaya)


SAMARINDA,(Kutairaya.com): Di sekitar Waduk Benanga Lempake, tanaman eceng gondok dulunya hanya dianggap gulma. Tapi sejak beberapa tahun terakhir, ibu-ibu rumah tangga di kawasan itu justru menjadikannya bahan utama kerajinan tangan. Batangnya dikeringkan, dianyam, lalu dijual lewat Forum Komunitas Wanita Waduk (FKWW).

Komunitas ini mulai aktif sejak 2020. Awalnya hanya coba-coba membuat dasar anyaman, belajar dari YouTube, lalu dikembangkan sendiri jadi berbagai bentuk. Ada pot bunga, tas, tempat tisu, hingga wadah sendok. Semua dikerjakan manual, tanpa cetakan atau alat bantu. Setiap produk punya nilai estetika tersendiri, lengkap dengan sentuhan manik-manik atau pernis agar lebih awet.

"Awalnya cuma lihat-lihat, ada eceng gondok banyak. Coba bikin. Lama-lama bisa sendiri," cerita Eny, Ketua FKWW, Sabtu (02/08/2025).

Proses pengerjaannya cukup panjang. Eceng gondok yang baru diambil tidak langsung bisa dianyam. Batangnya harus dijemur lebih dulu selama dua minggu hingga benar-benar kering, tergantung cuaca. Penjemuran pun tak boleh sembarangan. Batang disusun satu per satu agar tidak busuk, dan setiap malam harus dipindah ke dalam rumah agar tidak terkena embun.

"Kalau malam dimasukkan, paginya dijemur lagi. Harus begitu tiap hari," katanya.

Setelah kering, batang eceng gondok dipilah-pilah lalu dianyam. Pengerjaan anyaman justru lebih cepat dibanding proses pengeringan. Ide bentuk produknya pun datang dari benda-benda yang ada di rumah.

"Ada tempat tisu di rumah, kita coba cetak dari situ. Bisa ternyata," tambahnya.

Produk dari FKWW kini sudah tersebar ke sejumlah daerah, mulai dari Samarinda, Surabaya, hingga Jakarta. Namun minat pembeli tidak selalu sejalan dengan usaha yang dilakukan. Tidak semua orang langsung menangkap nilai estetika dan proses rumit di balik kerajinan berbahan gulma ini.

"Kadang orang lihatnya kayak barang biasa. Padahal proses awalnya itu yang susah. Kalau orang punya rasa seni, pasti paham ini cantik buat hiasan rumah," ucapnya.

Anggota FKWW tercatat sebanyak 19 orang, meski yang aktif hanya tujuh hingga delapan karena kesibukan masing-masing. Setiap orang punya peran, mulai dari memanen, menjemur, hingga menganyam.

Kini, bahan eceng gondok tak selalu tersedia di sekitar waduk. Kalau tidak bisa mengambil sendiri, anggota komunitas memilih membeli dari warga lain yang bersedia memanenkan.

"Harganya kalau masih basah ya satu gulung tuh Rp70.000. Kalau sudah kering jadi setengah gulung, itu isinya 50 batang, harganya Rp10.000," tuturnya. (skn)



Pasang Iklan
Top