Pedagang pasar Tangga Arung lakukan hearing dengan Komisi I DPRD Kukar terkait tunggakan retribusi petak.(Achmad Rizki/Kutairaya)
TENGGRONG, (KutaiRaya.com): Rampungnya proyek pembangunan Pasar Tangga Arung Tenggarong yang terletak di Jalan Danau Semayang-Jalan Maduningrat tidak serta merta membuat pedagang merasa tenang, untuk bisa kembali berjualan di petak baru di pasar yang baru dibangun tersebut. Sebab, untuk bisa menempati petak baru dipasar tersebut, pedagang diwajibkan untuk melunasi tunggakan retribusi, yang nilai tidak sedikit mencapai Rp41 juta. Deadlinenya sampai akhir bulan Agustus 2025 harus terbayarkan.
"Para pedagang diminta untuk melunasi tunggakan retribusi petak dengan batas waktu akhir Agustus 2025 ini. Jika tidak dibayarkan maka nama pedagang itu dihapus atau tak mendapatkan petak baru di Pasar Tangga Arung," kata Koordinator Forum Pedagang Kaki Lima (FPKL) Pasar Tangga Arung, Syahruddin Noor dihadapan anggota Komisi I DPRD Kukar, pada pertemuan yang dilaksanakan, Jumat (1/8/2025).
Pedagang menilai retribusi petak yang dibebankan ke padagang nilainya tidak wajar. Sehingga para pedagang sangat merasa keberatan, untuk membayar tunggakan retribusi petak dari tahun 2017 hingga 2024 dengan nilai sekitar Rp 41 juta.
"Tuntutan kami jelas, pada 2017-2018 pihak pemerintah daerah menaikan biaya retribusi yang tak wajar, yang awalnya hanya Rp 100-300 ribu tapi menjadi Rp 1 juta per petak," kata Syahruddin Noor.
Ia menilai, kebijakan tersebut hanya sepihak dan sangat membebankan pedagang. Untuk itu, para pedagang sepakat tak membayarkan retribusi.
Selain itu, memasuki wabah Covid-19 para pedagang juga masih diminta atau dibebankan untuk membayar retribusi petak. "Saat Covid-19 kenapa pembayaran retribusi petak tak dihapuskan. Sementara APBD Kukar besar daripada daerah lainnya," ucapnya.
Saat Covid-19 itu hampir seluruh para pedagang mengalami penurunan omset, karena jarang ada yang keluar rumah atau berbelanja kalau tak terdesak. Setelah Covid-19 ini masuk transisi, para pedagang mulai menata kembali usaha.
"Baru bisa bernafas sekitar 1 tahun dalam menata usaha, kami dihadapkan oleh rencana pembangunan pasar Tangga Arung. Sehingga para pedagang diminta untuk relokasi, di Lapangan Pemuda," ujarnya.
"Bukan kami tak mau membayar, tapi meminta keringanan dari pemerintah daerah terhadap retribusi petak yang naik, saat Covid-19 dan diberikan wadah serta waktu untuk melunasi tunggakan retribusi," ungkapnya.
Saat pertemuan dengan Komisi I DPRD, Syahruddin Noor didampingi sejumlah perwakilan pedagang lainnya.
Salah satu pedagang, Ali Mukid menyebutkan, telah membayar retribusi sejak 2015 dengan nilai Rp 5-10 ribu. Saat pembayaran retribusi itu ketika diminta buktinya, pihak petugas selalu beralasan karcisnya kehabisan. "Retribusinya seharusnya diminta Rp 3 ribu, tapi setiap saya memberi itu Rp 5-10 ribu, itu setiap hari," sebut Ali Mukid.
Pihaknya meminta kejelasan atau transparansi dari pemerintah daerah, atas penarikan retribusi yang pernah dilakukan. "Ini jatuhnya pungutan liar, bisa masuk pidana. Petugas pengambil retribusi itu selalu beralasan karcis habis," tegasnya.
Sementara itu Anggota Komisi I DPRD Kukar, Desman Minang Endianto menyebutkan, untuk mencari solusi atas persoalan tersebut maka DPRD Kukar segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.
"Kita akan menggelar RDP untuk mencari solusi, kita berpihak kepada masyarakat khususnya pedagang dan juga mendukung optimalnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sektor retribusi petak," sebut Desman Minang Endianto.
Pihaknya akan mengawal ini hingga rampung. Melalui forum resmi atau RDP nantinya dibedah semua persoalan, sehingga tak ada lagi kegelisahan para pedagang, khususnya untuk menempati petak baru.
Terpisah, Plt Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kukar Sayid Fhatullah menjelaskan, batas waktu untuk pembayaran tunggakan retribusi untuk sebagai syarat menempati petak baru belum ada surat resmi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah.
"Itu hanya isu yang beredar, kita berpegang pada surat resmi. Selama ini belum ada surat resmi terkait batas akhir pembayaran tunggakan retribusi petak tersebut," jelas Sayid Fhatullah.
Kemudian, terkait dengan pembayaran retribusi tanpa memberikan karcis itu tak benar. Pemerintah daerah selalu mencetak karcis selama satu tahun, jadi pedagang diminta untuk memahami peraturan daerah yang ada terkait dengan pembayaran retribusi baik kios atau lapak.
"Informasi yang beredar ini hanya isu yang dibuat oleh orang yang tak bertanggung jawab," tegasnya.
Dalam hal ini, ia mengakui bahwa pada 2017-2018 terjadi kenaikan tarif retribusi petak mencapai sekitar Rp 1 juta. Dalam dua tahun itu, pihaknya tengah membuat klousul atau keringanan untuk pedagang ke pemerintah daerah, BPK, Inspektorat.
"Untuk dua tahun itu, retibusi pembayaran petak bisa ditangguhkan sementara. Para pedagang bisa melakukan pembayaran yang sebelumnya atau sesudahnya," tuturnya.
Sementara, terhadap kebijakan pembayaran retribusi pada Covid-19 akan dilihat terlebih dahulu peraturan daerahnya. Jika aturan ya memungkinkan bisa saja. (ary)