• Jum'at, 17 Oktober 2025
logo
DPRD Provinsi Kalimantan Timur



Warung Cobek di Jalan Gunung Merbabu, lokasi terjadinya keributan ojol dan jukir.(Foto:Siti Khairunnisa/KutaiRaya)


SAMARINDA, (KutaiRaya): Insiden keributan antara pengemudi ojek online (ojol) dan juru parkir (jukir) di Jalan Gunung Merbabu, Kelurahan Jawa, Kecamatan Samarinda Ulu, Senin (28/7/2025) malam, mendorong Dinas Perhubungan (Dishub) Samarinda turun tangan.

Sebelumnya, ratusan pengemudi ojol dilaporkan menyerbu seorang jukir di warung Cobek setelah yang bersangkutan diduga melakukan penganiayaan terhadap salah satu rekan mereka.

Menanggapi kejadian tersebut, Ketua Tim Kerja Perparkiran Dishub Samarinda, Duri, menegaskan bahwa jukir di lokasi tersebut bukan bagian dari sistem parkir resmi.

“Jukir di warung Cobek ini tidak resmi. Kami sudah putus kerja sama sejak Juli 2024 karena kawasan itu termasuk teras Samarinda yang tidak boleh dijadikan area parkir,” ujar Duri kepada awak media, Selasa (29/07/2025).

Ia menegaskan, mulai pukul 17.00 Wita hari ini, seluruh aktivitas penarikan retribusi parkir di area tersebut dihentikan. Dishub juga akan segera memanggil pemilik warung Cobek.

Lebih lanjut, Duri menyebut, pelarangan parkir di lokasi itu bukan tanpa alasan. Selain berada di atas parit yang rawan risiko, lokasi tersebut juga dekat dengan Rumah Sakit Dirgahayu sehingga menjadi jalur lalu lintas ambulans dan kendaraan darurat.

“Kami akan usulkan sistem parkir berlangganan agar bisa mengurangi keberadaan jukir-jukir liar. Dan khusus di Jalan Merbabu ini, kami tegaskan, tidak akan ada lagi izin penarikan parkir,” katanya.

Ketua RT 04 Kelurahan Jawa, Johan, juga angkat bicara. Ia menjelaskan bahwa awalnya keberadaan jukir di lokasi itu bertujuan untuk memberdayakan warga sekitar.

“Inisiatif saya, saya minta Cobek mempekerjakan warga sini yang belum bekerja. Awalnya tiga orang warga sekitar yang ditugaskan. Tapi dalam perjalanannya, jumlah jukir bertambah dan berganti-ganti tanpa sepengetahuan saya,” ungkap Johan.

Johan mengakui bahwa secara aturan, kawasan itu sebenarnya tidak diperbolehkan menjadi area parkir karena berada di atas drainase. Namun, niat awalnya adalah untuk memberikan penghasilan tambahan bagi pemuda sekitar yang menganggur.

“Kalau sekarang sudah tidak sesuai aturan, kami serahkan ke Dishub. Apa pun keputusan mereka, kami akan ikuti,” ucapnya.

Sementara itu, salah satu juru parkir di lokasi, Budi, menyayangkan kebijakan penghentian retribusi oleh Dishub karena menurutnya keberadaan jukir justru membantu mengatur kendaraan saat situasi mulai padat.

“Kalau semisal ada kemacetan, tolong Dishub yang disalahkan, jangan kami. Kami ini cuma merapikan. Kalau enggak diatur, jam 8 atau 9 malam di sini bisa behambur,” ucap Budi. (skn)



Pasang Iklan
Top