• Jum'at, 17 Oktober 2025
logo
DPRD Provinsi Kalimantan Timur



Produk keripik singkong, ubi ungu, pisang, bayam milik Sutiono.(Achmad Rizki/Kutairaya)


TENGGARONG (KutaiRaya.com) Sejak 2005, pasangan suami istri di Tenggarong, Sutiono dan Tumini warga Kelurahan Melayu, Kecamatan Tenggarong menekuni usaha pembuatan keripik singkong goreng.

Sutiono mengatakan, jualan kripik singkong ini dimulai dari modal seadanya. Setiap harinya mampu mengolah dan mengoreng sekitar 20-30 kilogram keripik singkong.

"Modal awal berjualan sekitar Rp 500 ribu, untuk beli bahan bahan seperti singkong, minyak goreng, garam dan lainnya," kata Sutiono pada Kutairaya, di rumah produksi Jalan Perjuangan Gunung Sentul, Sabtu (26/7/2025).

Seiring berjalannya waktu, usaha yang dijalani itu mengalami peningkatan. Saat ini setiap harinya mampu memproduksi hingga 1 kuintal singkong. Singkong yang dipilih memang yang memiliki kualitas yang baik, sehingga bisa menghasilkan produk keripik singkong yang gurih dan renyah.

Ia menjelaskan, dalam proses produksi singkong goreng ini lumayan memakan waktu lama sekitar 3-4 jam. Pertama singkong itu di kupas, dibersihkan, direndam, di potong atau diiris hingga tipis dan digoreng.

"Penggorengan keripik singkong ini masih menggunakan alat tradisional seperti tungku, dengan menggunakan kayu bakar," jelasnya.

Jika sudah matang, keripik singkong goreng itu diberi bumbu dan dijual di warung yang berada di Jalan Gunung Kinibalu Kecamatan Tenggarong.

Selain keripik singkong, Sutiono dan istrinya juga menggoreng kripik pisang, ubi ungu, keladi hingga sukun. Untuk keripik singkong dibandrol diharga Rp. 50 ribu dan kripik lainnya di harga Rp 100 ribu.

"Kita jual perkilogram bisa dan perbungkus juga bisa. Kalau per bungkus hanya Rp 10 ribu,"ujarnya.

Sementara tantangan yang dihadapi dalam menjalankan usaha ini ialah, harga bahan baku semakin naik seperti minyak goreng yang awalnya Rp 250 ribu menjadi Rp 335 ribu per 18 liter, gula pasir dari Rp 12 ribu hingga Rp 15 ribu per kilogramnya.

"Kenaikan harga bahan pokok ini menjadi kekhawatiran, sebab jualan makanan kalau ikut dinaikan maka berpengaruh terhadap penjualan, yaitu menurunnya omset," keluhnya.

Untuk saat ini, omset penjualan yang diperoleh sekitar Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta. Perolehan omset itu belum dipotong belanja bahan baku dan operasional lainnya.

"Jualan kripik ini modalnya besar dan untung hanya sedikit, yang terpenting cukup untuk pemenuhan kebutuhan keluarga," ucapnya.

Saat ini, Sutiono juga tengah mengurus perijinan sertifikasi halal. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan konsumen, bahwa kripik yang dibuat itu dari bahan bahan yang layak dan berkualitas.

"Selain berjualan di Gunung Kinibalu, kami berjualan saat Car Free Day (CFD)," ungkapnya.

Ia juga berpesan, kepada seluruh pemuda di Kukar khususnya Kecamatan Tenggarong, untuk lebih kreatif khususnya dapat mengembangkan sektor usaha. Apapun itu bisa menjadi uang.

Sementara itu Kabid Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Diskop UKM Kukar Fathul Alamin menjelaskan, peran pemerintah daerah dalam memfasilitasi pelaku UMKM sudah luar biasa. Hal itu bisa dibuktikan dengan fasilitasi legalitas NIB hingga sertifikasi halal.

"Kami juga menyediakan beberapa tempat untuk pelaku UMKM berjualan, berkembang diantaranya di Simpang Odah Etam (SOE), CFD, Taman Titik Nol dan lainnya," jelas Fathul Alamin.

Dirinya berharap, melalui upaya ini dapat mewujudkan UMKM naik kelas dan mampu bersaing dengan UMKM luar. (ary)



Pasang Iklan
Top