Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, saat diwawancarai awak media. (Siti Khairunisa/Kutairaya)
SAMARINDA,(KutaiRaya.com): Kekhawatiran akan masuknya beras oplosan ke Kalimantan Timur mendorong Pemerintah Provinsi mengambil langkah tegas. Praktik ini dianggap meresahkan karena bisa merugikan masyarakat dan merusak kepercayaan terhadap kualitas pangan di daerah.
Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, menyampaikan bahwa sejumlah indikasi pelaku sudah terdeteksi dan telah dilaporkan ke aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti.
"Pemprov sudah mengetahui hal itu dan beberapa indikasi pemain juga sudah didapatkan. Kita juga sudah menyampaikan ke aparat penegak hukum supaya segera melakukan pemberantasan beras oplosan," ujar Seno Aji, Rabu (23/07/2025).
Ia mengatakan, beras oplosan tersebut umumnya berasal dari luar Kaltim, seperti Sulawesi dan Jawa. Untuk mengantisipasi peredarannya, Pemprov kini membatasi jumlah beras dalam skala besar yang masuk ke gudang Bulog.
"Nah ini bentuk kerja sama juga antara petani, pemerintah dan penegak hukum. Mudah-mudahan dalam waktu dekat beras oplosan sudah tidak ada lagi di Kaltim," tegasnya.
Terkait pengawasan, Seno menjelaskan bahwa pemerintah juga melakukan pengawasan di beberapa titik masuk antarpulau.
“Kita juga ada pengawasan di beberapa pintu masuk, feri dan berbagai macam. Dan kita utamakan hasil dari Kaltim," katanya.
Ia menambahkan, pada akhir Juli ini diperkirakan akan terjadi panen raya di beberapa kabupaten, dengan target produksi antara 50 ribu hingga 60 ribu ton. Produksi lokal tersebut diharapkan bisa menjadi prioritas pemenuhan kebutuhan pangan di Kaltim.
"Diperkirakan akhir bulan ini panen meningkat, kita akan panen raya di beberapa kabupaten. Target panen kali ini kurang lebih 50 ribu sampai 60 ribu ton," jelasnya.
Namun, ia mengakui jumlah itu masih belum mencukupi kebutuhan swasembada di Kaltim yang mencapai sekitar 450 ribu ton per tahun. Saat ini, produksi lokal baru berada di angka 260 ribu hingga 300 ribu ton per tahun.
Sementara itu, mengenai kenaikan harga beras, Seno menyebut bahwa hal itu berkaitan dengan kebijakan nasional soal harga gabah.
"Memang ini ada kaitannya karena perintah Presiden bahwa harga gabah petani minimal adalah Rp6.500. Otomatis memang ada kenaikan harga beras, tapi juga masih di bawah harga eceran tertinggi dan itu masih bisa diterima pasar," pungkasnya. (skn)