
(Plt. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Kutai Kartanegara Hero Suprayetno)
TENGGARONG, (KutaiRaya.com) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kutai Kartanegara (Kukar) memiliki beberapa program prioritas untuk penguatan layanan bagi perempuan dan anak, terutama dalam menghadapi peningkatan kasus kekerasan yang terjadi di Kukar.
Plt. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Kutai Kartanegara Hero Suprayetno, mengungkapkan bahwa di awal tahun 2025, berbagai kasus yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan kini mulai muncul. Oleh karena itu, peningkatan fasilitas dan sarana menjadi kebutuhan mendesak.
"Kami memohon dukungan untuk fasilitas, terutama kendaraan lapangan yang dapat digunakan dalam menjangkau desa-desa. Banyak kasus terjadi di wilayah desa dan perusahaan, seperti perkebunan kelapa sawit. Saat ini, kami mengalami kesulitan menjangkau lokasi-lokasi tersebut karena kendaraan yang tersedia merupakan kendaraan perkotaan yang sudah tidak layak digunakan untuk operasional di 20 kecamatan di Kukar," jelas Hero Rabu (12/3/2025).
Selain fasilitas, kebutuhan sumber daya manusia (SDM) juga menjadi perhatian utama. Saat ini, UPTD PPA Kukar masih kekurangan tenaga psikolog yang berperan penting dalam menangani trauma yang dialami perempuan dan anak korban kekerasan.
"Kami juga membutuhkan tenaga pendamping khusus bagi penyandang disabilitas. Di awal tahun ini, terdapat empat hingga lima kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak disabilitas. Kami mengalami kendala dalam berkomunikasi dengan mereka karena tidak memiliki tenaga ahli bahasa isyarat," ungkapnya.
DP3A Kukar juga menekankan pentingnya aksesibilitas layanan bagi masyarakat. Sebelumnya, kantor UPTD PPA berada di lingkungan BKKBN yang sulit dijangkau, terutama bagi perempuan dan anak yang ingin mengadukan kasus mereka.
"Kami bersyukur kini lokasi kantor berada di pinggir jalan, sehingga lebih mudah diakses. Namun, masih diperlukan pembangunan gedung layanan yang lebih layak agar perempuan dan anak tidak kesulitan dalam mencari tempat perlindungan," tambahnya.
Selain peningkatan fasilitas kantor, perlunya rumah perlindungan atau shelter bagi korban kekerasan.
"Banyak perempuan dan anak yang mendapat ancaman dari keluarganya setelah mengalami kekerasan. Mereka perlu tempat perlindungan sementara yang aman. Selama ini, kami berkoordinasi dengan Dinas Sosial untuk menempatkan mereka di RPTC (Rumah Perlindungan Trauma Center), tetapi kami masih kekurangan tempat yang benar-benar sesuai dengan standar," ujarnya.
Rumah perlindungan ini juga harus dilengkapi dengan pengelola, petugas keamanan, serta fasilitas yang memadai agar korban benar-benar merasa aman.
"Jangan sampai mereka justru tidak aman atau bahkan kabur dari rumah perlindungan. Jika itu terjadi, tanggung jawab tetap ada di pemerintah," tegasnya.
Untuk memastikan kebutuhan ini dapat terpenuhi, DP3A Kukar berharap agar rencana kerja ke depan dapat memasukkan pengadaan sarana dan SDM yang diperlukan. Dengan begitu, layanan perlindungan bagi perempuan dan anak dapat berjalan lebih optimal dan memberikan manfaat bagi masyarakat. (Dri/Adv)