• Kamis, 18 Desember 2025
logo
DPRD Provinsi Kalimantan Timur

DPRD Kalimantan Timur



Darlis Pattalongi.(Aby Kutairaya)


SAMARINDA,(KutaiRaya.com): DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) menyoroti lambatnya penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim.

Dorongan tersebut lantaran muncul ketidakpastian upah yang dianggap dapat mengganggu perencanaan keuangan daerah, perusahaan, hingga rumah tangga pekerja, terutama menjelang pengesahan APBD 2026.

Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi menyebutkan, penetapan UMP bukan sekadar urusan administratif, melainkan keputusan strategis yang akan menentukan arah ekonomi daerah pada tahun mendatang.

Menurut Darlis, penetapan UMP menjadi penting karena banyak sektor yang bergantung pada angka tersebut, baik dalam rangka menyusun rencana bisnis, menghitung produksi, dan menata ulang sistem gaji.

Sehingga, kejelasan aturan upah akan berimbas langsung terhadap stabilitas sektor ketenagakerjaan, terutama bagi pekerja rumah tangga, pekerja harian, dan sektor informal yang tidak memiliki perlindungan penghasilan jangka panjang.

"Kalau kepastian upah terus tertunda, maka perusahaan tidak bisa merancang anggaran dengan baik, dan pekerja pun tidak punya kepastian hidup," ujarnya, Rabu (26/11/2025).

Legislator Kaltim itu menilai, dalam kondisi ketidakpastian ekonomi nasional dan global saat ini, percepatan penetapan UMP bisa menjadi faktor penting dalam menjaga stabilitas.

Dia mengatakan, simulasi awal kenaikan berada di angka 6 persen sudah sejalan dengan formula nasional, namun angka tersebut tetap harus dibahas secara matang agar tidak memicu tekanan bagi dunia usaha.

Darlis mengingatkan kenaikan upah harus mempertimbangkan sektor yang masih merasakan dampak perlambatan ekonomi.

Darlis menekankan, pemerintah harus mengambil pendekatan holistik mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, indeks harga konsumen, hingga kemampuan usaha mikro dan menengah sebagai sektor yang paling sensitif terhadap kenaikan biaya produksi.

"Kita tidak bisa hanya bicara soal kenaikan, tapi bagaimana kebijakan ini bekerja untuk kedua belah pihak, perusahaan bisa bertahan, dan buruh bisa hidup layak," tuturnya.

Darlis mengaku khawatir, jika Pemprov terlalu lama menetapkan UMP, perusahaan dapat menunda rekrutmen, menunda investasi, bahkan melakukan efisiensi yang berdampak pada pekerja.

Situasi itu bukan hanya memperlemah daya beli masyarakat, tetapi juga melemahkan roda ekonomi daerah yang sedang berupaya menarik investasi.

Lebih jauh, ia menegaskan penetapan UMP harus berjalan sesuai mekanisme formal yang melibatkan Dewan Pengupahan, unsur buruh, akademisi, dan pelaku usaha.

Namun, meskipun seluruh prosedur telah berjalan, keputusan final tetap berada di tangan gubernur.

Karena, keputusan gubernur bukan hanya formalitas, tetapi kunci legalitas yang memastikan kebijakan upah sama-sama dipatuhi di seluruh kabupaten/kota.

"Regulasinya memang sudah ada, tetapi tanpa keputusan gubernur, semua rekomendasi hanya menjadi wacana," tuturnya. (ADV DPRD KALTIM)



Pasang Iklan
Top