
Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 DLH Samarinda, Muhammad Taufiq Fajar. Kamis (18/12/2025).(Foto: Abi/KutaiRaya)
SAMARINDA, (KutaiRaya.com) : Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Samarinda mengajukan perubahan skema penarikan retribusi kebersihan dengan mendorong penerapan tarif berbasis volume sampah. Skema ini dinilai lebih adil dan proporsional karena besaran retribusi disesuaikan dengan jumlah sampah yang dihasilkan masing-masing wajib retribusi.
Kabid Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 DLH Samarinda, Muhammad Taufiq Fajar mengatakan, perubahan tersebut sejalan dengan pembahasan revisi Peraturan Daerah (Perda) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, khususnya pada sektor pengelolaan sampah.
“Pada prinsipnya, DLH sepakat bahwa Perda hanya mengatur hal-hal yang bersifat prinsip. Untuk pengaturan teknis, seperti klasifikasi wajib retribusi dan penentuan besaran tarif secara rinci, akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Wali Kota,” ujar Taufiq, Kamis (18/12/2025).
Ia menjelaskan, salah satu poin penting yang disepakati adalah penerapan retribusi kebersihan berbasis volume sampah. Dengan skema tersebut, masyarakat atau pelaku usaha yang menghasilkan sampah dalam jumlah besar akan dikenakan tarif lebih tinggi dibandingkan yang volumenya kecil.
“Skema ini kami dorong untuk menciptakan rasa keadilan. Kalau sampah yang dihasilkan banyak, maka wajar retribusinya lebih tinggi. Sebaliknya, yang sedikit tidak dibebani berlebihan,” jelasnya.
Nantinya, DLH juga akan menyiapkan mekanisme penyesuaian tarif di lapangan. Jika volume sampah aktual lebih kecil dari asumsi awal, wajib retribusi dapat mengajukan pengurangan atau keringanan pembayaran. Namun jika volumenya lebih besar, akan diberlakukan mekanisme kurang bayar yang kemudian ditagihkan.
Meski demikian, untuk menghindari gangguan sistem pemungutan, DLH akan menyusun klasifikasi sendiri berdasarkan jenis usaha dan asumsi volume sampah, lalu menyerahkannya kepada PDAM sebagai dasar penarikan retribusi kebersihan.
Salah satu contoh yang menjadi perhatian adalah klasifikasi rumah sakit. Sebelumnya, rumah sakit disamakan dengan usaha jasa yang dianggap menghasilkan sampah rendah. Padahal, menurut DLH, volume sampah rumah sakit jauh lebih besar.
“Rumah sakit menghasilkan sampah dalam jumlah signifikan, sehingga klasifikasinya perlu direvisi. Saat ini kami sudah membentuk tim kajian lanjutan untuk menyesuaikan hal tersebut,” kata Taufiq.
Dalam skema baru ini, usaha besar seperti rumah sakit dan industri akan dikenakan tarif lebih tinggi sesuai volume sampah yang dihasilkan. Sementara usaha kecil, kos-kosan, dan rumah makan kecil akan dikenakan tarif lebih rendah.
Terkait retribusi sampah rumah tangga, DLH menegaskan tidak akan ada kenaikan signifikan, khususnya bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Penyesuaian tarif akan difokuskan pada wajib retribusi kelas menengah ke atas serta klaster industri agar tidak membebani masyarakat kecil. (*Abi)