
Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Agusriansyah Ridwan.(Aby Kutairaya)
SAMARINDA,(KutaiRaya.com): Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Agusriansyah Ridwan menyayangkan atas maraknya kasus pelanggaran etika dan hukum di sejumlah lembaga pendidikan, termasuk pondok pesantren maupun perguruan tinggi.
Ia mengatakan, lembaga pendidikan seharusnya menjadi ruang pembentukan karakter, namun justru tercoreng dengan munculnya praktik kekerasan, pelecehan, hingga tindakan merendahkan martabat peserta didik.
Menurutnya, pelanggaran tersebut bukan hanya mencederai dunia pendidikan, tetapi juga mencoreng institusi keagamaan dan merusak kepercayaan publik.
Maka itu, upaya serius dari otoritas terkait untuk memastikan perlindungan terhadap anak didik dan menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan bermartabat sangatlah dibutuhkan
"Apapun bentuknya baik itu perundungan, pelecehan seksual, kita tidak akan bisa terima sampai kapanpun, baik dari sudut pandang hukum, sosiologis, maupun filosofis," ujarnya, Sabtu (22/11/2025).
Legislator Kaltim itu menjelaskan, penyelesaian kasus harus mengikuti struktur kewenangan lembaga pembina.
Bila pondok pesantren berada di bawah Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPF), maka tindakan harus dilakukan oleh lembaga tersebut.
Namun jika berada di bawah Kementerian Agama, maka penanganan sepenuhnya menjadi kewenangan Kemenag.
Penanganan tersebut penting untuk menghindari saling lempar tanggung jawab.
Politisi Fraksi PKS itu berpandangan, insiden-insiden yang telah terjadi menjadi ancaman serius terhadap masa depan generasi muda, terutama dalam menghadapi masa bonus demografi dan pembangunan SDM.
Bila trauma dan kerusakan psikologis menjadi alasan utama, maka Indonesia harus siap kehilangan potensi besar dari anak bangsa.
"Ini persoalan serius. Semua stakeholder harus mengambil langkah konkret untuk memitigasi persoalan ini," ujarnya.
Tidak hanya tertuju pada pesantren, ia juga menyoroti kasus di sejumlah perguruan tinggi.
Ia mengaku telah menerima laporan dan melihat banyak testimoni mahasiswa tentang adanya staf atau oknum kampus yang mempersulit urusan administrasi secara sepihak.
Sekali lagi, ia menilai praktik tersebut dapat berpotensi merusak kondisi psikologis mahasiswa, terutama bagi mereka yang juga menghadapi persoalan lain di luar kampus.
Maka itu, ia meminta agar kampus tidak tutup mata dan memastikan seluruh pejabat maupun tenaga pendidik bertindak profesional dalam memberikan pelayanan.
Kendati demikian, Agusriansyah menegaskan, agar setiap laporan tetap diverifikasi dan divalidasi agar keputusan kampus tetap proporsional.
Ia menilai perlindungan bagi mahasiswa harus menjadi prinsip utama, tetapi pengelolaan kampus juga harus menjaga integritas prosedur.
"Kalau ditemukan hal demikian, harus segera dilaporkan ke pimpinan kampus. Jangan dibiarkan, karena akan sangat merugikan mahasiswa," ucapnya. (ADV DPRD KALTIM)