
Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Agusriansyah Ridwan.(Aby Kutairaya)
SAMARINDA,(KUtaiRaya.com): Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Agusriansyah Ridwan, menilai program bantuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang diberikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim melalui program Gratis Pol merupakan kebijakan strategis dan berdampak luas.
Namun di sisi lain, ia menyoroti berbagai kendala teknis pelaksanaan yang berpotensi menimbulkan ketidakadilan baru bagi mahasiswa.
Salah satu persoalan yang menjadi sorotan adalah distribusi UKT yang baru tersalur ke 7 perguruan tinggi negeri, sedangkan kampus swasta masih tertunda akibat permasalahan data rekening penerima bantuan.
Menanggapi hal ini, ia mengaku khawatir akan menyebabkan mahasiswa yang sebenarnya layak menerima bantuan ikut menunggu tanpa kepastian.
"Jangan sampai yang sudah lengkap berkasnya justru ikut terhambat. Harusnya dicari kebijakan, bukan semua menunggu," ujar Agusriansyah, Sabtu (22/11/2025).
Menurutnya, bantuan UKT seharusnya mampu mengurangi beban mahasiswa dan orangtua, bukan sebaliknya seperti menambah kecemasan karena lambatnya distribusi bantuan.
Kekhawatiran meningkat karena kewajiban pembayaran UKT di kampus biasanya harus dilakukan pada awal semester, sementara realisasi anggaran pemerintah tidak selalu dapat dilakukan tepat waktu.
Di sisi lain, ia berpandangan penerapan syarat berupa wajib memiliki KTP domisili Kaltim selama 3 tahun dianggap tidak sepenuhnya ideal.
Menurutnya, mahasiswa tidak selalu tinggal dalam jangka waktu tersebut karena faktor pendidikan atau pekerjaan orangtua.
Bahkan, ia menyebut kebijakan melalui pengecekan kartu keluarga sudah tepat, namun evaluasi tetap diperlukan agar tidak menimbulkan persoalan hukum dan sosial.
"Program ini sangat baik, tetapi kalau tidak dievaluasi dengan baik, justru berisiko menimbulkan masalah," ucapnya.
Legislator Kaltim itu menyampaikan persoalan lain berupa ketidaksesuaian antara kuota UKT yang diberikan dengan jumlah mahasiswa penerima yang terlanjur diumumkan oleh kampus.
Situasi ini berpotensi menimbulkan kegaduhan publik apabila tidak segera diselesaikan dengan cepat.
Lebih jauh, Dewan Kaltim itu menekankan program pendidikan tinggi tidak cukup hanya fokus pada akses kuliah dan bantuan pembiayaan.
Ia mengingatkan, kalau lulusan perguruan tinggi juga membutuhkan kesiapan untuk memasuki dunia kerja agar tidak menambah angka pengangguran baru di Benua Etam.
"Harus ada penyesuaian jurusan dengan kebutuhan kerja 5–10 tahun ke depan, serta pembekalan bagi mahasiswa agar siap masuk lapangan pekerjaan," kata Politisi Fraksi PKS tersebut.
Terkait wacana pemotongan dana transfer pusat pada tahun anggaran mendatang, Agusriansyah mengatakan, Pemprov Kaltim perlu merumuskan skema pembiayaan bantuan pendidikan yang lebih adaptif.
Salah satu opsi yang dinilainya relevan adalah kolaborasi dengan corporate social responsibility (CSR) perusahaan.
Ia menegaskan bahwa keberlanjutan program UKT tidak boleh mengganggu kewajiban pemerintah dalam pembiayaan sekolah jenjang SMA, SMK, dan SLB.
Karena itu, desain kebijakan dan strategi pembiayaan harus benar-benar matang dan mempertimbangkan risiko fiskal.
"Harapan saya terhadap soal Gratis Pol dalam sisi dunia pendidikan, bantuan keuangan untuk perguruan tinggi ini betul-betul harus dianalisa, harus betul-betul dipikirkan dalam perspektif regulasi. Karena ini memang menurut saya harus dilandasi dalam bentuk peraturan daerah," ucapnya. (ADV DPRD KALTIM)