• Kamis, 18 Desember 2025
logo
DPRD Provinsi Kalimantan Timur

DPRD Kalimantan Timur



Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi. (Foto: Dok.DPRD Kaltim)


SAMARINDA, (KutaiRaya.com): Pemerintah Provinsi kalimantan Timur (Pemprov kaltim) melalui Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) sebut keterlambatan penetapan upah minimum provinsi (UMP) dikarenakan masih menunggu regulasi turunan dari mahkamah Konstitusi (MK). DPRD Kaltim, sebut penetapan UMP merupakan pondasi hukum bagi dunia kerja dan usaha.

Hingga saat ini, penetapan UMP Kaltim belum di ketok palu. Bukan tanpa alasan, penetapan UMP Kaltim oleh Disnakertans masih menunggu aturan lanjutan pasca Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU‑XXI/2024 memberikan putusan tentang permohonan pengujian materiil terhadap aturan atau undang-undang yang mengatur ketenagakerjaan, terkhusus berkaitan dengan penetapan upah minimum.

Kadisnakertrans Kaltim mengungkapkan, bahwa masih terdapat beberapa survei dan kajian yang didasari atas kebutuhan hidup layak (KHL) di setiap kab/kota. Sehingga, penetapan UMP masih menunggu data valid yang nantinya akan di ajukan ke pusat.

"Masih menunggu hasil survei KHL di Kab/Kota ya, tujuannya ya biar nanti data yang diajukan ke pusat itu jelas dan valid. Biar tidak bias," ucap Kadisnakertrans kaltim, Rozani Erawadi.

Hal ini yang melandasi masih tertahannya penetapan UMP Kaltim 2026. Meski demikian, Pemprov Kaltim kata Rozani Erawadi, menginginkan agar penetapan UMP mendapati titik angka yang adil bagi pekerja dan pengusaha di Kaltim.

"Tentu kita ingin yang terbaik di kaltim, untuk itu kita sedang meramu yang terbaik seperti apa," pungkasnya.

Disisi lain, DPRD Kaltim melalui Komisi IV menilai bahwa jangan sampai keterlambatan penetapan UMP membuat pertanyaan besar bagi publik. Pasalnya, penetapan UMP merupakan bagian yang dinanti oleh para wiraswasta dan pekerja di Kaltim.

" Ya kalau mau mengikuti standar nasional sebenarnya kita tinggal menetapkan saja. Karena UMP ini kan soal kepastian hukum, tapi jika memang ada pertimbangan lain yang bisa membuat lebih baik, saya harap tidak terlalu lama," ungkap Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi.

Jika melihat regulasi, DPRD Kaltim sendiri mengacu ke beberap Undang-undnag dan perugalis setingkatnya, seperti UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang ketentuan pengupahan serta PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. PP ini mengintruksikan agar upah minimum nasional (UMN) diformulasikan dengan kenaikan kurang lebih 6 persen.

Politisi asal PAN tersebut pada dasarnya hanya mengingatkan bahwa penetapan UMP merupakan hal yang wajib bagi pemerintah daerah. Dirinya mengkhawatirkan, jika penundaan terjadi terlalu lama, akan menimbulkan kegaduhan di tengah publik.

Untuk itu, dirinya berharap agar penetapan UMP dapat segera dilakukan. Baginya, penetapan UMP bukanlah sebuah piliuhan, tapi sebuah kewajiban yang memiliki regulasi jelas.

"Ini UMP sifatnya regulatif bukan sebagai pilihan. Jangan sampai nanti malah terlalu lama. Kalau kita seandainya sudah menetapkan besaran Ump berdasarkan regulasi pemerintah pusat, kemungkinan UMP Kaltim itu besarannya di atas 4 Jt," bebernya.

Dirinya juga memaparkan dampak jika penundaan penetapan UMP terlalu lama. Yaitu pekerja mengalami ketidak pastian upah atau sengketa hukum bisa terjadi jika keterlambatan terlalu lama.

"Ketidak pastian hukum tadi lalu akan ada protes-protes yang bermunculan, dan merugikan kedia belah pihak. Baik pekerja maupun pihak swasta, karena patokannya belum ada dan tidak jelas,"jelasnya.

Untuk itu dirinya berharap, agar penetapan UMP dapat diselesaikan dan ditetapkan sesegera mungkin. Pasalnya, hal tersebut memang sudah memiliki ketetapan hukum kata Darlis.

"Kita berharap ini segera ditetapkan, jangan berlarut-larut, karena regulasi sudah ada dan harus segera. Ini kan juga berkaitan dengan perut pekerja," harapnya. (ADV DPRD KALTIM)



Pasang Iklan
Top