
Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin.(Foto: Aby Kutairaya)
TENGGARONG,(SAMARINDA): Dugaan intimidasi terhadap insan pers baru-baru ini, turut menuai sorotan dari Anggota DPRD Kaltim, Salehudin SFil. Menurutnya, kebebasan pers merupakan bagian dari konstitusi negara.
Sebelumnya, ramai di jagad sosial seorang jurnalis Kaltim yang mendapat tekanan dari oknum organisasi masyarakat di Kaltim. Hal ini menarik berbagai spekulasi dan opini publik terhadap isu hangat tersebut.
Pasalnya, insan pers tersebut secara konsisten memberikan masukkan dan kritik terhadap kinerja Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim. Usai mengunggah konten, tidak lama setelah itu, dirinya dihubungi oleh oknum organisasi masyarakat tersebut.
Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin mengatakan bahwa lembaga pemerintahan merupakan lembaga yang selalu menerima kritik dan masukkan oleh publik.
Selain menyita publik, sebagian berpendapat bahwa hal ini justru menjadi sebuah perhatian penting, terkait dengan kebebasan berpendapat.
"Selagi kasan-kawan jurnalistik bekerja sesuai dengan aturan dan kaidah yang benar, intimidasi itu hal yang tidak boleh di abaikan. Karena bentuk pembungkaman," ungkap Salehuddin.
Sebelum intimidasi terjadi, berbagai sorotan tertuju pada kebijakan dan keputusan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim), terutama pada isu nasional terkait pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD) untuk tahun 2026 mendatang.
Usai mengunggah hal tersebut, pada 27 Oktober 2025, yang bersangkutan mendapat panggilan telepon dari oknum Ormas yang menyatakan diri keberatan atas pemberitaan yang di nilai menyudutkan Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim tersebut.
Bahkan, berdasarkan informasi yang di dapat, terdapat narasi yang menekan dan intimidatif dari oknum tersebut.
Salehuddin pun menganggap hal ini sebagai langkah yang mengancam nilai demokrasi di Kaltim, terutama kebebasan pers.
"Ini mengancam demokrasi pertama, kemudian kedua berpotensi menghambat fungsi kontrol sosial yang dijalankan oleh pers," ungkapnya.
Untuk itu, kata dia, kejadian ini dirasa perlu di sikapi secara serius. Tidak hanya dari lembaga legislatif, namun juga aparat penegak hukum (APH) dalam memastikan tidak ada hal yang menghalangi atau mengintervensi tugas dari jurnalistik.
"Harus di sikapi dengan serius. Namun yang jelas, paparan data, akurasi berita dan berimbang, menjadi pegangan penting dari seorang jurnalistik. Itu saya rasa harus di terima oleh pemerintah sebagai masukkan yang konstruktif," terangnya.
Sebagai dorongan kesadaran demokrasi, dirinya meminta agar setiap kepala daerah agar tidak anti kritik. Pasalnya, kata Salehuddin, sistem demikrasi dipastikan menyediakan ruang bagi kontrol sosial.
Baginya, kebebasan pers merupakan marka jalan bagi kepala daerah agar tidak melanggar batasan dan aturan. Selagi tetap dalam koridor dengan penyajian data yang tepat dan bersifat objektif.
"Intimidasi itu justru sangat mencederai demokrasi dan keterbukaan informasi. Bahkan jurnalistik ini juga memiliki perlindungan hukum yang jelas dan kuat," pungkasnya. (ADV DPRD KALTIM)