• Rabu, 29 Oktober 2025
logo
DPRD Provinsi Kalimantan Timur



Komisi IV DPRD Samarinda bersama Dinas Kesehatan Kota Samarinda saat usai melakukan RDP, Selasa(28/10/2025).(Foto:Abi/KutaiRaya)


‎SAMARINDA, (KutaiRaya.com) : Kasus HIV/AIDS dan Tuberkulosis (TBC) di Kota Samarinda, kini menjadi sebuah perhatian serius. DPRD dan Dinas Kesehatan Kota Samarinda, menggelar rapat membahas persoalan ini, DPRD Kota Samarinda menganggap bahwa persoalan ini, merupakan kondisi darurat, seiring meningkatnya jumlah kasus setiap tahun, Selasa (28/10/2025).

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda ‎Sri Puji Astuti menjelaskan, sebenarnya Kota Samarinda telah memiliki Peraturan Daerah (Perda), tentang penanggulangan HIV/AIDS, sejak tahun 2007. Akan tetapi, aturan tersebut dinilai sudah tidak relevan lagi, dengan kondisi Kota Samarinda saat ini, hal ini dikarenakan sudah banyak ketentuan baru dari pusat, mulai dari Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), hingga Peraturan Gubernur (Pergub) dan Peraturan Wali Kota.

‎"Perda Kita memang sudah ada, akan tetapi sudah tidak sesuai dengan regulasi yang lebih baru. Jadi, semua perangkat hukum di atasnya sudah lengkap, tinggal Perda nya saja yang perlu diperbaharui," jelasnya.

‎Ia juga menegaskan, penanganan kasus HIV dan TBC harus segera dilakukan secara terpadu, karena kedua penyakit ini memiliki efek keterkaitan yang cukup erat, mulai dari segi penularan, gaya hidup, maupun kondisi sosial ekonomi masyarakat.

‎"Kalau kita bicara penanggulangan, kita tidak hanya berbicara soal pengobatan saja, akan tetapi juga tindakan pencegahannya, mulai dari promosi kesehatan, hingga rehabilitasi sosial bagi para penderita. Karena HIV dan TB ini, bukan hanya masalah medis saja, tetapi juga merambah ke sosial," tegasnya.

‎Komisi IV sendiri, juga telah melakukan kunjungan lapangan ke sejumlah Puskesmas dan pasien di wilayah Kota Samarinda Seberang dan Loa Janan, untuk melihat langsung kondisi penanganan di lapangan. Dari hasil pengamatan, kasus HIV dan TBC banyak ditemukan di wilayah - wilayah dengan tingkat ekonomi rendah.

‎"Kita dapat lihat sendiri, HIV dan TB ini identik dengan kemiskinan dan pola hidup. Kalau saya boleh bilang, Kota Samarinda saat ini sudah masuk darurat HIV dan TB. Kasusnya sendiri hampir sama parahnya dengan Balikpapan," lanjutnya.

‎Meski pemerintah pusat menargetkan eliminasi HIV dan TBC pada 2030, DPRD Samarinda menilai hal itu sulit tercapai jika tidak ada langkah nyata di daerah. Apalagi, semakin banyak masyarakat yang menjalani skrining, semakin tinggi pula angka temuan kasus baru.

Sementara itu,‎Menanggapi perihal ini, Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Kota Samarinda, Nata Siswanto mengatakan, bahwa pengobatan pasien TBC umumnya, memerlukan waktu minimal enam bulan. Akan tetapi, banyak pasien yang berhenti ditengah jalan karena merasa bosan atau merasa sudah sembuh.

‎"Pengobatan TBC itu minimal enam bulan. Tapi, tingkat kejenuhan pasien cukup tinggi. Ada yang baru dua bulan sudah berhenti mengkonsumsi obat, padahal kondisi mereka belum sembuh total, akibatnya tubuh mereka bisa memunculkan sifat resistensi obat," terangnya.

‎Nata menegaskan, sebenarnya penyakit TBC bisa sembuh 100 persen, asalkan pasien mengikuti pengobatan secara rutin, dan tuntas sesuai arahan tenaga medis. Semua obat pun disediakan gratis oleh pemerintah, tanpa biaya sepeser pun.

‎"Tidak ada biaya pengobatan, semua obat telah disiapkan pihak Pemerintah, asalkan pasien patuh untuk menjalani terapi hingga selesai," tambahnya.

‎Dalam upaya pencegahannya, Dinas Kesehatan Kota Samarinda memfokuskan diri, pada deteksi dini dan pengobatan pencegahan, bagi warga yang memiliki kontak erat dengan pasien positif TBC.

‎"Untuk pencegahan, kami tentunya akan melakukan screening dini, dan memberikan terapi pencegahan Tuberkolosis (TBT), kepada mereka yang memiliki kontak erat. TPT ini bukan obat TBC untuk pasien positif, tetapi terapi agar yang berkontak dengan penderita tidak tertular," sambungnya.

‎DPRD Kota Samarinda, juga mendorong aturan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker), yang mewajibkan perusahaan untuk melindungi hak para pekerja penderita HIV, TBC, maupun hepatitis.

‎"Sudah diatur dalam undang - undang, perusahaan tidak boleh memecat karyawan, yang menderita HIV atau TBC, mereka wajib diobati terlebih dahulu, dan setelah sembuh harus bisa bekerja kembali," tutupnya. (*Abi)



Pasang Iklan
Top