• Minggu, 02 November 2025
logo
DPRD Provinsi Kalimantan Timur

Disdikbud Kutai Kartanegara



Kepala Disdikbud Kukar, Thauhid Afrilian Noor saat memberikan sambutan.(Foto:Indri)


TENGGARONG,(KutaiRaya.com): Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kutai Kartanegara, Thauhid Afrilian Noor menegaskan pentingnya sekolah di Kukar untuk terus membuka diri dalam menerima anak-anak berkebutuhan khusus (ABK).

Hal itu disampaikannya dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Sekolah Inklusi jenjang SMP se-Kukar yang digelar di Hotel Grand Fatma, Tenggarong, Senin (29/9/2025).

Dalam sambutannya, ia mengakui tidak sedikit sekolah masih menghadapi kendala ketika harus mendampingi siswa inklusi. Salah satunya karena adanya perbedaan pandangan dengan orang tua.

"Seringkali orang tua merasa anaknya baik-baik saja. Kalau kami memberi perhatian khusus, dianggap tidak menganggap anaknya. Kadang menolak, bahkan melaporkan ke dinas," ungkap Thauhid.

Meski begitu, ia menekankan bahwa pemerintah daerah tetap berkomitmen menghadirkan solusi agar semua anak mendapatkan hak pendidikan yang layak. Menurutnya, pelaksanaan Bimtek inklusi ini menjadi ruang penting bagi guru untuk memperoleh pemahaman, strategi, hingga trik praktis dalam mendampingi siswa inklusi.

"Kegiatan ini kami maksudkan supaya guru-guru yang menangani anak istimewa ini punya tips dan trik bagaimana caranya menghadapi mereka. Semua persoalan harus difokuskan pada solusi, bukan pada penolakan," ujar Thauhid.

Ia juga menyoroti beban yang dihadapi guru. Ia menyebut, menjadi pendidik bagi anak inklusi membutuhkan kesabaran dan keikhlasan ekstra. Namun, ia percaya bahwa guru-guru Kukar mampu menjalankan amanah itu.

"Anak-anak ini adalah titipan Allah dengan segala keistimewaannya. Memang rumit, tapi justru di situlah letak pahala dan keutamaan guru. Maka saya sangat apresiasi Bapak Ibu yang hadir di sini, guru-guru luar biasa yang menangani anak-anak ini," tegasnya.

Thauhid juga menyinggung perlunya literasi lebih luas bagi guru. Tidak hanya melalui Bimtek formal, tetapi juga melalui pembelajaran mandiri.

"Sekarang banyak literatur, bahkan teknologi seperti AI bisa dimanfaatkan untuk mencari teori penanganan anak inklusi. Tapi teori saja tidak cukup, harus dipadukan dengan praktik di lapangan," katanya.

Dalam sambutannya, ia membagikan pengalaman pribadi terkait interaksi dengan anak inklusi, baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Cerita tersebut menggambarkan betapa kompleks tantangan dalam mendampingi anak berkebutuhan khusus, terutama ketika mereka berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Meski demikian, ia mengingatkan agar sekolah jangan sampai menolak anak-anak inklusi. Menurutnya, jika ada keterbatasan, maka yang dibutuhkan adalah kerja sama, baik dengan orang tua maupun dengan tenaga pendidik khusus.

"Mohon jangan ditolak. Anak-anak ini tetap harus kita sekolahkan. Jangan sampai mereka kehilangan hak belajar hanya karena dianggap berbeda. Kita harus menerima dengan lapang hati," pesannya.

Thauhid menambahkan, dunia pendidikan tidak hanya menghadapi persoalan anak inklusi saja, melainkan juga berbagai permasalahan anak lainnya. Karena itu, ia menekankan agar guru selalu mengedepankan doa, kesabaran, dan komitmen dalam mendidik generasi penerus bangsa.

"Anak-anak ini, baik inklusi maupun tidak, semuanya punya tantangan. Maka saya titip, jangan hanya teori yang dijalankan, tapi imbangi dengan doa dan ketulusan. Insya Allah akan dimudahkan," pungkas Thauhid. (adv)



Pasang Iklan
Top