Kegiatan Festival Tunas Bahasa Ibu 2025 yang diselengarakan Disdikbud Kukar.(Devi/Kutairaya)
TENGGARONG,(KutaiRaya.com): Disdikbud (Dinas Pendidikan dan Budaya) Kukar (Kutai Kartanegara) menggelar Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) yang diikuti oleh ratusan peserta dari berbagai sekolah di Kukar. Kegiatan ini digelar di Aula Lantai 3 Disdikbud Kukar pada Kamis (4/9/2025).
Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) menjadi momen penting dalam upaya pelestarian bahasa daerah, khususnya bahasa Kutai. Kegiatan ini tak hanya jadi ajang perlombaan, namun juga ruang refleksi dan apresiasi terhadap para guru, pembina, dan peserta yang berkomitmen menjaga warisan budaya daerah.
Dalam sambutan Ketua Panitia FTBI Kukar Puji Utomo, menyampaikan apresiasi mendalam atas keterlibatan seluruh pihak, mulai dari guru hingga peserta yang telah serius mempersiapkan diri mengikuti festival ini. "Saya berterima kasih kepada bapak ibu guru, pendamping yang sudah menemani hari-hari dalam berlatih atau mempersiapkan diri untuk tampil dalam Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) tahun 2025 ini," ungkapnya.
Tak hanya itu, ia juga mengapresiasi para pembimbing yang setiap hari menanamkan penggunaan bahasa Kutai dalam keseharian anak-anak di sekolah.
"Bahasa Kutai itu bahasa kita. Terima kasih kepada guru-guru yang setiap saat mendampingi mereka bertutur kata dalam bahasa Kutai," lanjutnya.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga membagikan pengalamannya ketika bekerja di Dinas Kebudayaan Jakarta. Di sana, ia melihat masyarakat Jawa tetap menggunakan bahasa daerah mereka, namun tetap menghadapi tantangan yang sama seperti di Kutai Kartanegara.
"Ternyata keluhan mereka sama seperti kita. Anak-anak sudah tidak lagi menggunakan bahasa daerah. Penutur aslinya sudah mulai berubah, tidak tepat lagi," tuturnya.
Dirinya pun mengakui bahwa meskipun sehari-hari menggunakan bahasa Kutai, ia tidak yakin apakah ucapannya benar atau sudah bercampur dengan bahasa lain.
“Kata para guru, bahasa Kutai saya mungkin sudah campur. Tapi dengan adanya bimbingan dari Bapak dan Ibu guru, serta adanya lomba ini, tentu bisa membantu anak-anak memahami kembali bahasa Kutai yang benar dan tepat,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa meskipun bahasa Kutai memiliki variasi seperti dari pesisir, penghulu, Tenggarong, dan Sebulu, semuanya tetap adalah bahasa Ibu yang harus dijaga.
"Bahasa Kota Bangun, bahasa Ibu. Bahasa Sebulu, bahasa Ibu. Bahasa Tenggarong, bahasa Ibu. Bahasa Pesisir, juga bahasa Ibu," tegasnya.
Namun, ia juga menyinggung kembali hasil FTBI tahun 2024 lalu, di mana peserta dari Tenggarong disebut gagal karena dianggap menggunakan bahasa Kutai yang sudah terlalu bercampur dengan bahasa Indonesia oleh dewan juri tingkat provinsi.
"Saya bingung juga, karena saya sendiri belajar bahasa Kutai dari ibu saya, dari nenek saya, dari datuk saya. Datuk saya lahir tahun 1890, jauh sebelum Indonesia merdeka. Tapi ya, mungkin penilaian juri memang berbeda," ujarnya sambil tersenyum.
Meski demikian, ia memberikan semangat kepada peserta yang belum berhasil tahun lalu agar tetap bangga telah mewakili daerah.
"Kalian bukan gagal. Kalian sudah berani tampil di panggung untuk Kutai Kartanegara. Itu luar biasa," kata dia penuh apresiasi.
Ia menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada para pembimbing yang telah berjuang bersama peserta hingga ke tingkat provinsi di Samarinda.
"Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk pembimbing adik-adik yang bertanding di Samarinda. Sangat luar biasa," ucapnya.
Ia juga menegaskan bahwa bahasa Kutai yang digunakan oleh para peserta adalah bahasa yang sejatinya hidup di masyarakat.
"Saya pun sudah sampaikan ini kepada Ibu Dirjen Pendidikan dan Kebudayaan saat berkunjung ke Kukar, juga ke teman-teman dari Kantor Bahasa. Bahasa Kutai itu seperti ini. Inilah bahasa kita," tandasnya.
Ia berpesan kepada para peserta FTBI tahun ini agar tetap semangat, dan tidak perlu berkecil hati atas apapun hasil lomba nanti.
"Untuk adik-adik yang akan tampil, tetap semangat. Jangan kecewa, biasa saja. Yang penting kalian sudah menjaga bahasa kita," katanya. (*dev)