
Pemimpin Redaksi Kutairaya.com, Widha Riduan.
Belum lama ini kejadian miris terjadi di salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) di Kutai Kartanegara. Oknum guru agama yang seharusnya menjadi panutan, justru tega melakukan tindakan bejat, diduga melakukan pencabulan terhadap 7 santrinya. Tentu kasus pencabulan di Pondok Pesantren ini menggemparkan masyarakat Kukar.
Dan perkembangan kasus pencabulan oleh oknum pengajar disebuah pondok pesantren di Kecamatan Tenggarong Seberang ini, sudah diamankan polisi sejak 14 Agustus 2025.
Dengan adanya kasus ini, pastinya tingkat kepercayaan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di pondok pesantren mulai menurun. Maka hal ini perlu menjadi perhatian bersama, agar pondok pesantren menjadi tempat mondok yang semestinya bagi santriwan dan santriwati dalam menuntut ilmu.
Santri yang mengemban pendidikan keagamaan di Pondok Pesantren adalah titipan orang tua kepada para pengasuh di Pondok Pesantren, maka para santri harusnya diperlakukan seperti anak sendiri. Artinya, santri harus mendapatkan perlindungan dan pembelajaran. Tidak boleh mendapatkan kekerasan atau lainnya.
Bahkan Kementrian Agama (Kemenag) RI telah menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No 73 tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan.
Peraturan tersebut mengatur tentang kekerasan seksual di satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. Bentuk kekerasan seksual yang diatur di dalamnya meliputi ujaran diskriminasi tampilan fisik, hingga lelucon dan siulan bernuansa seksual.
Aturan ini mendorong lembaga pendidikan agama untuk membuat satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (Satgas PPKS). Terkait penanganan, regulasi ini mengatur alur pelaporan bagi korban kekerasan seksual. Kemenag akan bekerja sama dengan Dinas Sosial dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk membantu mendampingi korban dari aspek psikologis. Diatur juga sikap lembaga pendidikan terhadap pelaku dan korban. Para korban harus diberi kesempatan untuk tetap melanjutkan pendidikan.
Selain itu sebenarnya, Kementerian Agama RI melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, telah mengeluarkan Keputusan Nomor 1262 Tahun 2024, yang secara resmi menetapkan regulasi untuk pengasuhan yang ramah anak di pesantren. Panduan ini ditujukan untuk membimbing pesantren dalam merawat anak-anak santri dilingkungan mereka.
Pesantren Ramah Anak merupakan langkah strategis dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan mendukung tumbuh kembang anak secara holistik. Dengan komitmen bersama dari semua pihak, diharapkan pesantren dapat menjadi lembaga pendidikan yang tidak hanya mencetak generasi cerdas, tetapi juga berkarakter dan siap menghadapi tantangan zaman.
Solusi saat ini bukan saling menyalahkan, tapi harus saling memperbaiki. Bahkan beberapa pihak ada yang meminta menutup Pondok Pesantren karena ulah bejat salah satu oknum. Maka perlu adanya pembinaan Pondok Pesantren, bahkan pihak berwenang harus rutin melakukan sosialisasi dan pengawasan secara ketat di seluruh Pondok Pesantren yang ada. Meskipun pengakuan dari pihak terkait Kemenag Kukar, sudah melakukan pembinaan dan pengawasan lewat Forum Antar Pondok Pesantren.
Karena bagaimanapun pondok pesantren merupakan tempat para santri menuntut ilmu agama Islam, memahami dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan moralitas yang baik, serta membentuk pribadi muslim yang berakhlak mulia dan berbakti kepada masyarakat.
Selain itu, pesantren juga berfungsi sebagai pusat sosial, tempat pembinaan karakter, pengembangan kreativitas santri, dan bahkan sebagai sarana untuk mengembangkan fungsi ekonomi. (Widha Riduan)