Ketua DPRD Kukar, Ahmad Yani.(Achmad Rizki/Kutairaya)
TENGGARONG (KutaiRaya.com) DPRD Kukar setuju atas kebijakan pemerintah daerah yang tak menaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di 2025 ini.
Menurut Ketua DPRD Kukar Ahmad Yani, kebijakan tersebut sudah sangat tepat. Karena jika PBB itu dinaikan akan sangat membebankan masyarakat ditengah ekonomi masyarakat kurang stabil.
"PBB tidak boleh ada kenaikan, kalau ada kenaikan kami menolak," kata Ahmad Yani pada Kutairaya, di Tenggarong, Kamis (21/8/2025).
Ia menegaskan, bila perlu di Kukar ada pengampunan pajak apapun itu jenisnya, agar tidak terlalu membebankan masyarakat. Pihaknya juga mendorong pemerintah daerah, untuk dapat memaksimalkan sektor sektor yang ada, dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Pemerintah daerah dapat menggenjot semua perusda harus berbisnis. Bisnis pada perusda ini harus ditingkatkan," tegasnya.
Kemudian, penyertaan modal yang dilakukan oleh Pemkab Kukar untuk Perusda harus ditingkatkan dan diharapkan Perusda berkembang. Sehingga hasil dari penyertaan modal itu bisa maksimal.
"Sumber sumber kerjasama juga perlu ditingkatkan oleh perusda kepada pihak swasta yang beroperasi di Kukar," ucapnya.
Jika hal itu dilakukan dan dikelola dengan baik, diyakini tak perlu menaikan pajak maupun retribusi daerah.
"Kami berharap pemerintah daerah melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kukar untuk dapat menciptakan peluang peluang baru terhadap peningakatan PAD. Menggalakan pajak yang belum dilakukan, baik itu retribusi jasa umum, jasa usaha dan lainnya, hingga mengoptimalkan aset yang dimiliki," harapnya.
"Daripada aset itu menganggur dan tak bisa menghasilkan PAD, seperti pemanfaatan stadion dan lainnya," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kukar Bahari Joko Susilo menjelaskan, upaya memaksimalkan PAD dengan cara meningkatkan kepatuhan pajak. Untuk kepatuhan pajak saat ini baru sekitar 40 persen.
"Untuk meningkatkan kepatuhan itu, kita melakukan sosialisasi dan mempermudah masyarakat dalam pembayaran pajak dan retribusi," jelas Bahari Joko Susilo.
Untuk nilai PBB saat ini bervariasi. Masyarakat dapat menghitung dengan cara seperti ini (NJOP-NJOPTKP) x NJKP x tarif. "Contoh NJOP RP 50 juta, NJOPTKP RP 10 juta, NJKP 3 7 persen, tarif 0,3 persen. Sehingga jika menggunakan rumus itu, (Rp 50 juta-Rp 10 juta) x 37 persen x 0,3 persen = Rp 44.400," pungkasnya. (ary)