Bangunan semi permanen di Temindung yang sempat dihuni satu keluarga sebelum dibongkar petugas.(Foto: Siti Khairunnisa/Kutairaya)
SAMARINDA, (Kutairaya.com): Miranda (36), ibu lima anak, hanya bisa pasrah saat bangunan tempat tinggal sementaranya mulai dibongkar petugas. Bersama suaminya yang bekerja sebagai tukang bangunan, ia mengaku baru dua minggu menempati salah satu gedung di kawasan Kreatif Hub Temindung, Samarinda. Belum sempat merapikan barang atau menyelesaikan atap, ia harus kembali pindah.
“Baru 2 minggu saya di sini, Mbak. Barang saya aja belum disusun, atapnya belum jadi. Kami baikin sendiri, beli kayu, beli paku, beli seng. Kami bukan enggak sanggup nyewa, tapi waktu mau nyewa kemarin belum ada uang, eh rumahnya keburu diambil orang,” ujar Miranda, Kamis (07/08/2025).
Miranda menyatakan sebelumnya tinggal di Belatuk, menempati gedung itu karena mendengar informasi lisan dari warga lain yang menyebut bangunan tersebut bisa dihuni asal tetap bersih dan tidak mengganggu lingkungan sekitar.
Namun harapannya untuk tinggal lebih lama pupus setelah mendapat pemberitahuan dari petugas. Ia pun berharap masih diberi waktu sedikit saja untuk berkemas.
“Saya cuma minta waktu seminggu, suami saya kerja bangunan, pulangnya malam. Dia juga harus minta kasbon dulu buat cari rumah,” tuturnya.
Setelah dilakukan konfirmasi kepada Dinas Pariwisata Kaltim, ternyata Miranda bukan orang baru di wilayah tersebut. Sebelumnya, ia sempat menempati gedung Fire Station yang masih berada dalam kompleks Temindung dan sudah lebih dulu dikosongkan. Saat warga lain mulai mencari tempat baru, Miranda justru berpindah ke gedung lain di wilayah sama.
“Di depan ini yang kita laksanakan pembongkaran itu, kami pahami memang ada yang tinggal. Tapi mereka juga sebelumnya pernah tinggal di gedung utama dan sudah kami minta pindah,” jelas Gunawan, Adyatama Parekraf Ahli Muda Dispar Kaltim.
Gunawan menjelaskan, kawasan Temindung memang tidak diperuntukkan sebagai tempat tinggal. Bangunan yang dihuni Miranda sejatinya disiapkan sebagai ruang kreatif bagi pelaku ekonomi kreatif. Selain itu, menurutnya, selama masa hunian tidak resmi berlangsung, sempat terjadi gesekan antara warga dan tim pengelola.
“Pernah ada intimidasi terhadap petugas, terutama malam hari. Meski kami tidak melaporkan ke polisi, tapi secara internal sudah kami tindaklanjuti. Sayangnya, hal seperti itu terus berulang,” terangnya.
Atas dasar itu, Dispar Kaltim akhirnya berkoordinasi dengan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) selaku pemilik gedung, untuk melakukan pembongkaran permanen demi mencegah kawasan itu kembali dijadikan hunian liar.
Satpol PP Provinsi Kalimantan Timur pun diturunkan untuk melakukan penertiban. Pembongkaran dilakukan menyeluruh agar bangunan tak lagi ditempati secara ilegal.
“Kalau masih tersisa, dikhawatirkan akan berulang. Misalnya ditutup pakai seng, nanti pasti dibongkar lagi. Yang mengawasi siapa? Tempat ini tertutup dan tidak layak pakai,” ujar Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat Satpol PP Kaltim, Edwin Noviansyah.
Sementara itu, Pemerintah Kota Samarinda melalui Satpol PP telah berupaya mengarahkan warga terdampak agar mendapat bantuan dari Dinas Sosial. Namun, ajakan tersebut ditolak oleh Miranda.
“Sebetulnya kami sudah arahkan ke sana. Tapi ngotot yang bersangkutan untuk tidak mau. Jadi bukan dari kami yang enggak mau, tapi pihak yang bersangkutan sendiri menolak. Kami tidak bisa memaksa,” tutur Kepala Satpol PP Samarinda, Anis Siswantini. (skn)