
Salah Satu Situs Cagar Budaya di Kukar.(istimewa)
TENGGARONG, (KutaiRaya.com): Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), mencatat ada 95 objek cagar budaya (OCB) yang telah terdaftar di Registrasi Nasional (Reknas) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Dari jumlah tersebut, 16 objek sudah ditetapkan secara resmi sebagai Cagar Budaya (CB).
Hal ini disampaikan oleh Pamong Budaya Ahli Muda, Cagar Budaya dan Permuseuman, Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kukar M. Saidar, yang biasa di sapa Deri kepada Kutairaya.com di ruang kerjanya pada Jumat (18/7/2025).
"Dulu pada tahun 2015 kami mendaftarkan ke Reknas. Saat ini sudah ada 95 objek yang terdata. Dari jumlah itu, 16 objek sudah ditetapkan sebagai cagar budaya," ujarnya.
Objek-objek tersebut tersebar di lima kecamatan, di Kukar yakni Tenggarong, Loa Kulu, Muara Kaman, Anggana dan Sangasanga. Cagar budaya ini diantaranya Komplek Makam Kesultanan Kutai Kartanegara, Rumah Penjara Sangasanga, Situs kubur Tajau Gunung Selendang Sangasanga, Masjid Jami Aji Amir Hasanuddin, Makam Aji Pangeran Sinom Panji Mendapa.
Kemudian Situs Lesong Batu, Situs Menhir Batu Tegak), Rumah Besar Sangkoh Piatu Kesultanan Kutai Kartanegara Tugu Pembantaian Jepang, Tugu Pembantaian Sangasanga, Gedung Atap Lengkung, Makam Habib Tunggang Parangan, Suling Belanda Anggana, Kantor Magazine, Kantor Pos Sangasanga, Iajau 30,Iajau 31 dan Tajau 32 di Situs Kubur Gunung Selendang.
Deri mengungkapkan bahwa, penetapan sebagai CB memiliki konsekuensi hukum dan tanggung jawab, termasuk kewajiban pemerintah daerah untuk melakukan perlindungan dan pelestarian. Namun tidak semua objek bisa langsung ditetapkan. Harus melalui kajian terlebih dahulu oleh tim ahli cagar budaya, yang terdiri dari perwakilan Balai Pelestarian Kebudayaan, tim TARA (Tenaga Ahli), serta unsur kabupaten.
"Kita harus melihat nilai penting dari objek tersebut, apakah memiliki nilai sejarah, pendidikan, keagamaan, atau pengetahuan. Tidak semua objek bisa langsung disebut cagar budaya," tambahnya.
UPAYA PELESTARIAN
Setelah semua situs ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kutai Kartanegara melalui Bidang Kebudayaaan, wajib melaksanakan upaya pelestarian untuk menjaga nilai penting budaya, sejarah, arkeologi, dan sosialnya. Upaya pelestarian tersebut mencakup berbagai tindakan yang bertujuan untuk melindungi, merawat, memanfaatkan, dan mengembangkan situs tanpa menghilangkan nilai-nilai aslinya.
"Berdasarkan pada Undang – Undang Republik Indonesia no 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara no 14 Tahun 2014 Tentang Cagar Budaya," jelasnya.
Rincian Upaya Pelestarian Pasca Penetapan diantaranya :
1. Perlindungan
- Sudah ada pemasangan papan nama situs cagar budaya.
- Penetapan zona inti, zona penyangga, dan zona pengembangan di sekitar situs.
- Pengawasan rutin untuk mencegah perusakan, pencurian, atau vandalisme.
- Penyusunan regulasi tata ruang dan batas kawasan cagar budaya.
2. Perawatan
- Kegiatan pembersihan situs secara rutin dengan metode konservasi yang tepat.
- Dokumentasi kondisi fisik situs secara berkala (foto, peta, data teknis).
- Melakukan tindakan perbaikan ringan tanpa mengubah bentuk atau bahan asli.
- Pemulihan lingkungan sekitar situs agar tetap sesuai konteks sejarah.
3.Pemanfaatan
- Menginput situs sebagai sarana penelitian sejarah atau arkeologi.
- Mengatur dan mencatat kunjungan wisata budaya.
- Menyelenggarakan kegiatan budaya, tradisi, atau ritual yang masih berkaitan dengan sejarah situs.
- Pembuatan jalur wisata budaya yang ramah lingkungan tanpa mengganggu situs.
4.Pengembangan
- Pembangunan fasilitas pendukung (situs cagar budaya) di luar zona inti yang sudah dibangun diantaranya Situs Makam Aji Pangeran Sinum Panji Mandapa di Jembayan Kecamatan Loa Kulu.
- Pelatihan staf pegawai kebudayaan yang sudah mengikuti pelatihan tim ahli cagar budaya dan besertifikat tim ahli cagar budaya dan museum.
- Pembangunan atau rehab fasilitas pendukung museum kayu yang sudah di laksanakan pembangunannya.
"Upaya pelestarian cagar budaya pasca penetapan bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan instansi terkait khususnya bidang Kebudayaan, tetapi masyarakat, akademisi dan swasta. Upaya kolaboratif sangat penting untuk menjaga warisan budaya agar tetap lestari bagi generasi mendatang." ungkapnya.
Ia menambahkan, salah satu kendala utama dalam merawat cagar budaya adalah status kepemilikan aset. Menurut aturan, hanya objek yang sudah menjadi aset pemerintah dan tercatat di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang bisa dipelihara secara resmi.
"Kalau asetnya belum diserahkan ke dinas, kita tidak bisa memelihara. Misalnya ada situs yang dimiliki masyarakat atau berada di lahan milik perusahaan, maka kita harus berkoordinasi dulu agar statusnya jelas," jelasnya.
Ia mencontohkan situs Makam Pangeran Sinuman Panji Mendapa di Loa Kulu yang saat ini sudah menjadi aset Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. "Situs ini sudah kami rawat, kami buatkan pendopo dan perbaiki cungkup makamnya. Karena status asetnya sudah jelas," katanya.
Sebaliknya, beberapa situs lain masih belum bisa disentuh karena belum ada kejelasan mengenai lahan dan kepemilikan. Contohnya, situs magazin yang diketahui berada di area milik perusahaan.
"Kita harus telusuri dulu, milik siapa, dan apakah kita bisa dapat izin untuk merawat. Jangan sampai nanti ada masalah dalam pemeriksaan karena status lahannya belum jelas," tegasnya.
Sementara itu, Lurah Sangasanga Muara, Mispan mengungkapkan bahwa di Sangasanga ada beberapa situs yang sudah terdaftar baik di pusat, maupun di daerah, maupun pusat. Dan masih ada dua puluhan situs, baik yang terdata maupun yang belum.
"Untuk yang di Sangasanga Muara ini yang terdata seperti ada monumen merah putih, ada Benteng Jepang, ada Gua Jepang, yang mana situs-situs itu ada, cuman kurang terpelihara." ungkap Mispan. (dri/adv)