KUKAR (KutaiRaya.com) - Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim Salehuddin, S.Sos, S.Fil, M.AP menjadi salah satu narasumber kegiatan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kaltim, yang berlangsung di BPU Kecamatan Sebulu, Kutai Kartanegara, Senin (19/05/2025).
Sebagai informasi, kegiatan DP3A Kaltim yang dilaksanakan ini untuk Peningkatan Kapasitas Perempuan Pedesaan, yang dihadiri sebagian besar peserta dari kalangan ibu rumah tangga ini mengambil tema "Membangun Etika dan Budaya dalam Dunia Politik.
Hadir dalam kesempatan itu perwakilan DP3A Kaltim serta Kepala Desa Sebulu Modern Joemadin.
Dalam paparannya, Salehuddin mengatakan, bahwa politik bukan sekadar perebutan kekuasaan, tetapi medan pengabdian yang menuntut integritas, etika, dan kesadaran budaya.
"Mengapa Etika dan Budaya Penting dalam Politik?, karena Etika Politik yaitu kompas moral dalam pengambilan keputusan politik dan penjaga agar kekuasaan tidak menyimpang, dan Budaya Politik cerminan nilai dan norma dalam masyarakat politik dan mempengaruhi cara elite dan warga negara bersikap, " ungkapnya.
Legislator Karang Paci dari Dapil Kukar menjelaskan, definisi etika politik adalah kode moral atau prinsip-prinsip yang menuntun perilaku politisi dan aktor publik dalam menjalankan fungsi dan kewajibannya, sedangkan definisi budaya politik adalah suatu sistem nilai, sikap, kepercayaan, dan orientasi masyarakat terhadap politik dan pemerintah.
"Dimensi etika dalam dunia politik pertama kejujuran transparansi dalam menyampaikan data, janji dan keputusan, kedua tanggung Jawab artinya siap mempertanggungjawabkan amanah publik, ketiga keadilan yakni perlakuan yang setara terhadap seluruh warga negara, keempat menghindari konflik kepentingan, memisahkan kepentingan pribadi dengan tugas publik, dan terakhir anti korupsi,menolak segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan, " paparnya.
Politisi Golkar ini mengatakan, tantangan etika dan budaya politik di Indonesia saat ini yakni politik uang dan pragmatisme elektoral, politisasi SARA dan hoaks, patronase dan feodalisme politik, kurangnya pendidikan politik dan budaya permisif terhadap pelanggaran etika.
Sementara lanjutnya, strategi dalam membangun politik yang beretika dan berbudaya, diantaranya pendidikan politik literasi politik sejak dini di sekolah dan masyarakat, lalu kaderisasi partai yang sehat disini Partai sebagai sekolah demokrasi, kemudian keteladanan elite yaitu pemimpin yang menjadi role model etika, selanjutnya regulasi dan penegakan kode etik peran Bawaslu, OKPP, Mahkamah Etik partai, dan revitalisasi budaya lokal dengan memasukkan nilai kearifan lokal dalam praktik politik.
Ia menambahkan, peran kita semua, politisi menjadi pemimpin yang menjunjung etika. Birokrat profesional dan netral. Aktivis dan Akademisi membangun opini dan pendidikan politik. Masyarakat sipil partisipatif dan kritik, dan media mendorong diskursus yang sehat
"Politik yang etis dan berbudaya bukan utopia. la bisa menjadi kenyataan jika dimulai dari diri kita, dari cara kita berpikir, bersikap, dan bertindak." tutup Salehudddin. (One/Adv)