
TENGGARONG, (KutaiRaya.com) Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura menggelar prosesi sakral ritual Menjamu Benua pada Rabu (18/9/24), sebagai persiapan sebelum dimulainya Erau Adat Kutai 2024. Ritual ini dilaksanakan di tiga lokasi di Tenggarong, yaitu Tanah Habang Mangkurawang (Kepala Benua), depan Museum Mulawarman (Tengah Benua), dan di sebelah hilir Jembatan Kutai Kartanegara (Buntut Benua).
Sebelum Ritual Menjamu Benua, telah dilaksanakan prosesi Beluluh di Kedaton Kesultanan, yang bertujuan untuk mensucikan Sultan dari energi negatif. Ritual Menjamu Benua sendiri dimaksudkan sebagai bentuk permohonan keselamatan bagi pelaksanaan acara Erau, serta perlindungan bagi masyarakat Tenggarong dan pengunjungnya.
Perwakilan Kesultanan, Awang Imaludin, menjelaskan bahwa ritual ini merupakan simbol pemberian makan kepada makhluk gaib yang dipercaya mendiami wilayah Kutai Kartanegara, serta sebagai permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk keselamatan Sultan, keluarga Kesultanan, masyarakat, dan seluruh peserta Erau.
"Menjamu Benua ini bertujuan memohon kepada Sang Maha Kuasa agar pelaksanaan Erau berjalan lancar dan seluruh wilayah Kutai Kartanegara dilindungi," ujarnya.
Ritual dimulai dengan rombongan yang terdiri dari 7 orang Belian (ahli mantra laki-laki) dan 9 orang Dewa (ahli mantra perempuan) berangkat dari Kedaton Kesultanan, diiringi musik tradisional gamelan dan gendang. Mereka membawa perlengkapan persembahan, seperti 21 jenis kue tradisional dan pakaian Sultan. Sebelum berangkat, rombongan terlebih dahulu menemui Sultan untuk meminta restu, yang kemudian diberikan dengan simbolis berupa hamburan beras kuning.
Setelah menerima restu dari Sultan, rombongan menuju tiga titik di Kota Tenggarong untuk melaksanakan ritual. Upacara ini merupakan bagian penting dalam menjaga warisan budaya Kutai Kartanegara yang erat kaitannya dengan Erau, sebagai simbol harmonisasi antara manusia, alam, dan makhluk gaib.
"Harapan kami, tradisi ini terus dilestarikan dan pemerintah daerah memberikan perhatian lebih untuk mendukung kelestarian budaya Kesultanan Kutai Kartanegara, apalagi dengan posisi strategis Kukar sebagai bagian dari Ibu Kota Nusantara,"tutup Awang Imaludin. (dri)