
Foto bersama usai kegiatan Diseminasi Laporan Perekonomian Provinsi (LPP) Kalimantan Timur: Menyelenggarakan Prospek Ekonomi, Kapasitas Fiskal, dan Rencana Pembangunan Daerah pada Rabu (29/10/2025) kemarin.(Foto:Abi/KutaiRaya)
SAMARINDA, (KutaiRaya.com) : Perekonomian daerah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), mengalami perlambatan yang signifikan sepanjang tahun 2025. hal ini diungkapkan oleh Bank Indonesia (BI) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), berdasarkan laporan BI pada Triwulan I - 2025, pertumbuhan ekonomi Kaltim hanya mencapai angka 4,08 persen (year-on-year/yoy), angka ini menurun tajam dari tahun 2024, yang berada di angka 6,12 persen (yoy) pada triwulan terakhir.
Kepala Perwakilan BI Kaltim Budi Widihartanto menyebutkan, bahwa tren perlambatan ini masih berlanjut hingga Triwulan II - 2025, dengan pertumbuhan hanya 4,69 persen (yoy). Angka ini sendiri masih berada, di bawah rata - rata angka nasional, yang berada di angka 5,12 persen (yoy). Hal ini disampaikan dalam acara Diseminasi Laporan Perekonomian Provinsi (LPP) Kalimantan Timur "Menyelenggarakan Prospek Ekonomi, Kapasitas Fiskal, dan Rencana Pembangunan Daerah" pada Rabu (29/10/2025) kemarin.
"Pertumbuhan Ekonomi kita, di dua triwulan pertama tahun ini, masih berada di bawah nasional," ujarnya.
Menurutnya, faktor utama penyebab perlambatan ekonomi ini, adalah menurunnya harga dan permintaan ekspor batu bara, di pasar global. Sementara, batu bara merupakan salah satu komoditas andalan Kaltim, komoditas batu bara juga mengalami kontraksi, akibat salah satu kebijakan perdagangan luar negeri Amerika Serikat, yang mempengaruhi aktivitas industri, di Tiongkok sebagai salah satu pasar utama.
"Penurunan permintaan batu bara ini, salah satunya karena kebijakan perdagangan luar negeri Amerika. Yang berimbas dan dapat dirasakan langsung di pasar utama kita di Tiongkok," ucapnya.
Selain penurunan permintaan, ia juga menyoroti terkait pemberlakuan tarif tambahan energi, oleh beberapa negara tujuan ekspor, yang memberikan tekanan pada kinerja sektor tambang. Padahal, batu bara sendiri masih menjadi penyumbang terbesar, terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kaltim.
"Seperti yang kita ketahui, batu bara adalah tulang punggung perekonomian Kaltim. Begitu permintaan ekspor turun, pastinya akan langsung berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi daerah," jelasnya.
Ia juga menerangkan, bahwa kondisi tahun ini berbanding terbalik dengan situasi di tahun 2024, di tahun 2024 Kaltim dapat tumbuh hingga 6,17 persen, melampaui rata - raya nasional 5,03 persen, hal ini dikarenakan tingginya harga batu bara, dan dorongan dari Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
"Tahun lalu perekonomian kita melonjak, karena harga batu bara naik dan proyek IKN, memberi efek penggandaan besar. Sekarang situasinya berubah, pasar global saat ini sedang melambat," tegasnya.
Dalam penilaiannya, situasi ini dapat menjadi peringatan yang serius bagi Kaltim, agar dapat segera mempercepat upaya diversifikasi ekonomi. Ia juga menekankan pada pentingnya, penguatan sektor - sektor non - tambang, seperti industri pengolahan, pertanian, dan perdagangan, guna menjaga kestabilan perekonomian jangka panjang.
"Kita tidak bisa terus menerus, bergantung pada batu bara. Ke depannya, sektor - sektor produktif lain harus diperkuat, agar perekonomian Kaltim tetap tangguh," tandasnya. (*Abi)