Ketua Komisi III DPRD Kaltim H. Abdullah saat diwawancarai terkait rencana pemindahan akses masyarakat di Kec. Sangatta-Bengalon. Senin (08/09/2025).(Foto:Abi/KutaiRaya)
SAMARINDA, (KutaiRaya.com) : Rencana tukar guling akses masyarakat oleh PT. Kalimantan Prima Coal (KPC) atas jalan penghubung antara Kecamatan Sangatta dan Bengalon di Kutai Timur belum menemui titik terang. DPRD Kaltim dorong percepatan peralihan akses masyarakat tersebut. Sementara Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim tegaskan, peralihan juga dibarengi dengan kesadaran atas kerugian masyarakat.
Akses penghubung antar daerah di wilayah administrasi Kutai Timur masih menjadi perhatian dari DPRD Kaltim. Ketua Komisi III DPRD Kaltim Abdulloh mengatakan, jika upaya peralihan jalan sudah didorong maka segera dilaksanakan oleh pihak terkait.
“Untuk masalah KPC, kami sudah tindak lanjuti. Komisi tiga sudah menindaklanjuti mulai dari BPJN (Balai Pelaksana Jalan Nasional), Dinas PUPR Provinsi dan Kementerian Keuangan Untuk membangun jalan pengganti,” ucap H. Abdulloh, Senin (08/09/2025).
Namun, rencana tukar guling jalan tersebut masih mengalami kendala. Perizinan oleh pemerintah pusat serta persetujuan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih menjadi hal yang ditunggu.
“Jalan penggantinya sudah ada, hanya belum bisa dilaksanakan. Kita sudah mendorong pihak terkait agar dilakukan percepatan,” ungkap politisi Golkar tersebut.
Untuk itu, dirinya beserta anggota Komisi III DPRD Kaltim lainnya akan kembali mendorong agar proses peralihan jalan segera dilaksanakan.
“Minggu depan kami akan coba lagi dengan membawa pihak KPC, kami akan ketemu ke Kementerian Keuangan dan Kementerian PU Pusat, sudah sampai sejauh mana proses pengurusannya itu,” tuturnya.
Disisi lain, tanggapan kritis datang dari Dinamisator Jatam Kaltim Mustari Sihombing. Industri pertambangan secara legal maupun tidak, tetap akan merampas ruang hidup atau ekologi.
Terkait dengan peralihan jalan, Mustari mengatakan, jika pada dasarnya Jatam sangat mengkritik karakteristik perusahaan yang berorientasi pada kerusakan lingkungan. Menurutnya, kegiatan ekstraktif justru menggusur dan merampok ruang hidup dan ruang aman masyarakat.
“Jalan penghubung ini kan juga salah satu hal yang sangat penting bagi masyarakat. Tidak hanya di Sangatta, situasi yang sama juga yang dialami oleh masyarakat, contohnya di Sanga-sanga, itu dirasakan hal yang sama juga oleh masyarakat di sana,” ungkap Mustari.
Ia menjelaskan, bahwa warga yang berada di Sanga-sanga juga diharuskan untuk beralih fungsi jalan.
“Disana (Sanga-sanga) juga dulunya adalah jalur alternatif atau jalur utama bagi masyarakat, sekarang dialih fungsikan untuk dikeruk atau dibongkar,”ungkapnya.
Untuk itu, dirinya mewakili Jatam Kaltim, maka perlu mengkaji lebih dalam terkait dengan regulasi dan dampak yang ditimbulkan dari peralihan jalan poros antara Sangatta-Bengalon.
“Tentu kita akan mengkaji terkait itu. Karena peralihan ini merupakan peralihan skala yang sangat luas, dan bisa jadi hanya sebatas upaya untuk memperbesar lahan konsesi pertambangan seperti itu,” tandasnya. (*Abi)