• Jum'at, 12 September 2025
logo
DPRD Provinsi Kalimantan Timur



Firdan Jo (kanan) bersama temannya.(Siti Khairunnisa/Kutairaya)


SAMARINDA, (Kutairaya.com): Di tengah hiruk pikuk pawai pembangunan dan karnaval budaya Nusantara yang memeriahkan HUT RI ke-80, penampilan alat musik tradisional sape mencuri perhatian warga Samarinda.

Firdan Jo, pemain sape asal Dayak Bahau, tampil memukau sambil membawa misi pelestarian budaya leluhur.

Pemuda 25 tahun ini merupakan mahasiswa Universitas Widyagama Samarinda yang berasal dari Kabupaten Mahakam Ulu. Wilayah yang berbatasan dengan Kutai Barat ini merupakan kabupaten termuda di Kalimantan Timur.

"Kalau saya sendiri dari Dayak Bahau, asli dari wilayah Kabupaten Mahakam Ulu, bertepatan di ulunya Kutai Barat. Itu juga termasuk kabupaten yang masih baru, baru berusia 13 tahun," ujar Firdan saat ditemui di lokasi festival Jalan Kesuma Bangsa, Sabtu (23/8/2025).

Ketertarikan Firdan pada sape bermula dari jiwa seni yang mengalir dalam dirinya. Ia mengaku bahwa seni merupakan ekspresi natural yang tumbuh dari dalam.

"Karena kita ini kan yang namanya seni kan. Ya, seni itu ya tercipta dari diri kita sendiri. Ya, kan kayak ini kan tato nih, seni lukis. Lama-lama timbul perasaan ya larinya ke seni musik gitu," jelasnya sambil menunjuk tato di tangannya.

Firdan telah menekuni sape sejak 2018, atau sekitar tujuh tahun lamanya. Pengalamannya yang panjang membuatnya paham betul tentang potensi besar budaya Dayak di daerah asalnya.

"Banyak sekali itu kalau di daerah saya. Cuman mereka ya karena kurangnya apa ya perhatian dari pemerintah kan jadi ya mereka mainnya kayak gitu-gitu aja. Kecuali mereka datang ke kota sini baru mereka bisa berkembang," ungkapnya.

Sape, menurut Firdan, memiliki fungsi penting dalam berbagai upacara adat Dayak. Alat musik yang terbuat dari kayu ini tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga bagian integral dari ritual budaya.

"Kalau alat ini ini biasa ditampilkan kalau ada acara pernikahan, acara ritual-ritual adat gitu atau acara penyambutan tamu dari luar bisa juga," terangnya.

Menariknya, Firdan menilai sape bukanlah instrumen yang sulit dipelajari, bahkan untuk non-Dayak sekalipun. Ia membandingkan teknik bermain sape dengan gitar melodi yang lebih familiar di telinga masyarakat.

"Itu tergantung dari niat diri sendiri sih sebenarnya. Kalau untuk memainkan alat musik ini sebenarnya tidak susah. Cukup 3 bulan sudah pasti bisa. Karena dia ini kan sama seperti gitar melodi itu," katanya.

Sebagai generasi muda Dayak yang berkuliah di kota, Firdan menaruh harapan besar pada pelestarian sape. Ia berharap tidak ada lagi rasa malu atau gengsi di kalangan anak muda untuk mempelajari warisan budaya leluhur.

"Anak muda jangan pernah malu atau gengsi untuk memperkembangkan alat musik yang satu ini karena alat musik ini sudah sampai mancanegara kan. Alat musik ini juga unik kan terbuat dari kayu bisa menghasilkan suara," tuturnya. (skn)



Pasang Iklan
Top