• Jum'at, 12 September 2025
logo
DPRD Provinsi Kalimantan Timur



Ilustrasi kekerasan pada anak.(foto:bgpkalteng)


SAMARINDA, (Kutairaya.com): Kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan masih sering terjadi di lingkungan keluarga sendiri, namun banyak kasus terlambat terungkap karena korban takut melapor, terutama jika pelaku merupakan anggota keluarga yang menjadi tumpuan ekonomi.

Ketua Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur, Rina Zainun, menjelaskan bahwa pelaku seringkali berasal dari orang terdekat korban.

"Banyak kasus yang kami tangani di Kaltim, pelakunya ayah kandung, kakak, atau paman. Ironisnya, bahkan orang tua korban kadang menyalahkan anaknya," ucap Rina, Jumat (15/8/2025).

Dampak dari kekerasan seksual dalam keluarga sangat berat, baik secara psikologis maupun sosial. Rina menuturkan salah satu kasus di mana seorang anak perempuan mengalami pemerkosaan oleh ayah kandungnya sejak kelas 4 SD hingga kelas 1 SMP, baru terungkap bertahun-tahun kemudian karena korban tidak mampu menahan beban psikologisnya.

Dalam kasus lain, seorang gadis remaja hamil akibat perbuatan ayah kandungnya, yang juga merupakan tokoh masyarakat, sementara keluarganya membela pelaku ketimbang korban.

Rina menekankan bahwa minimnya pemahaman orang tua tentang batasan kasih sayang yang sehat turut memperburuk kondisi. "Itulah pentingnya edukasi sejak dini agar anak-anak bisa membedakan mana kasih sayang yang wajar dan mana yang sudah melewati batas," tambahnya.

Sebagai solusi, TRC PPA terus memberikan pendampingan psikologis dan hukum bagi korban kekerasan, sekaligus mendorong kemandirian perempuan sebagai langkah antisipatif terhadap kekerasan dalam rumah tangga.

"Minimal, perempuan harus punya keahlian seperti memasak agar bisa bertahan hidup jika suatu hari ditinggal suami," tuturnya. (skn)



Pasang Iklan
Top