• Senin, 08 Desember 2025
logo
DPRD Provinsi Kalimantan Timur



Kepala SMP Negeri 2 Tenggarong Yunus.(Andri wahyudi/kutairaya)


TENGGARONG, (KutaiRaya.com): Marak kasus perundungan (bullying) yang terjadi di lingkungan sekolah, menjadi perhatian semua pihak.

Kasus yang terjadi dapat memberikan dampak kepada mental anak.

Maka itu, SMP Negeri 2 Tenggarong terus memperkuat sistem pengawasan dan pembinaan murid guna menekan kasus perundungan serta pelanggaran disiplin lainnya.

Kepala SMPN 2 Tenggarong, Yunus menjelaskan, sejumlah langkah strategis telah dilakukan setelah menemukan beberapa titik rawan di lingkungan sekolah.

Yunus menyebutkan, area yang paling sering menjadi lokasi terjadinya perundungan maupun perilaku negatif lainnya, yakni sekitar WC belakang yang jauh dari pantauan guru.

Lokasi tersebut juga kerap digunakan murid untuk merokok, bersembunyi hingga melakukan tindakan merugikan teman.

"Di titik itu hampir setiap hari kami menangani kasus anak yang merokok, berkelahi, kehilangan sepatu, sandal, hingga uang. Maka, satu WC kami tutup dan kami jadikan pos satpam," ucapnya, Kamis (13/11/2025).

Upaya tersebut sempat mendapat perlawanan dari sebagian murid, seperti tindakan mencoret dan melempari ruangan pos satpam.

Namun setelah berjalan 3 bulan, kondisi sekolah menjadi jauh lebih kondusif.

Selain menutup area rawan, pihak sekolah juga menambah tinggi pagar untuk mencegah murid kabur saat ditegur atau mengetahui kedatangan guru.

Meski sempat beberapa kali dilompati murid, peningkatan keamanan tetap dilakukan agar tanggung jawab sekolah dalam menjaga keselamatan peserta didik terpenuhi.

"Saya berpikir, kalau sampai anak loncat dan cedera, sekolah yang disalahkan. Maka semua potensi bahaya kami evaluasi," kata Yunus.

Tidak hanya fokus pada sisi fisik pengawasan, SMPN 2 Tenggarong juga memperkuat pendekatan pembinaan melalui sistem guru wali.

Guru wali bertugas menjadi pendamping tetap bagi 18 murid sejak mereka masuk hingga lulus dari sekolah tersebut.

"Guru wali ini ibarat orangtua asuh di sekolah. Mereka yang paling dekat dengan anak, tempat anak bercerita sebelum ke guru BK atau wali kelas," ujar Yunus.

Dengan skema ini, siswa yang membutuhkan perhatian khusus diharapkan lebih mudah terbuka terhadap permasalahan yang dihadapi.

Selain itu, guru wali menjadi penghubung pertama antara sekolah dan orangtua.

Yunus juga mengubah metode pemanggilan orangtua yang sebelumnya memicu reaksi keras terhadap murid.

Dahulu, undangan dengan format pemanggilan resmi membuat sebagian orangtua datang dengan emosi hingga memukul anaknya di sekolah.

"Saya ubah menjadi undangan silaturahmi. Kalau model pemanggilan, orangtua sudah marah duluan. Begitu kami undang untuk silaturahmi, mereka datang dengan lebih tenang, dan di situ kami tunjukkan bukti video atau foto perilaku anaknya," ujarnya.

Cara ini dinilai lebih efektif karena orangtua lebih menerima informasi, sementara murid tidak merasa langsung dihakimi.

Meski berbagai langkah telah dijalankan, Yunus mengakui pola perilaku menyimpang murid terus berkembang.

Terlebih, penggunaan gawai sudah dibatasi, namun kini siswa beralih menggunakan Chromebook untuk saling berkomunikasi.

"Anak-anak semakin canggih teknik bullying-nya. Hape sudah dilarang, mereka pakai Chromebook. Tapi tetap kami pasang fitur pengawasan agar aktivitas digital mereka bisa terpantau," ujarnya.

Yunus menegaskan, pihak sekolah akan terus berinovasi dalam menjaga keamanan, kenyamanan, dan keselamatan seluruh murid.

Hal ini sejalan dengan komitmen SMPN 2 Tenggarong untuk menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan bebas dari kekerasan.

"Saya dan seluruh guru tidak akan berhenti berkreasi untuk mengatasi masalah-masalah seperti ini. Yang penting anak-anak aman dan bisa belajar dengan baik," ucapnya. (dri)



Pasang Iklan
Top