
Latihan rutin sanggar tari Ketikai di Kelurahan Kampung Baru, Tenggarong (Achmad Nizar/Kutairaya)
TENGGARONG, (KutaiRaya.com) : Sebuah perjalanan panjang yang dimulai dari menekuni seni sejak kecil hingga lahirnya Sanggar Tari Ketikai.
Sanggar ini bukan hanya sebuah wadah untuk menari, tetapi juga tempat untuk melestarikan budaya dan mengenalkan seni tari kepada generasi muda, sanggar ini terbentuk pada 21 September 2024.
Ketua Sanggar Tari Ketikai, Yuliana Wulandari menjelaskan, perjalanan dimulai sejak ia berusia 4 tahun, disaat itu mulai mencintai seni khususnya tari. Berjalannya waktu ia akhirnya bertemu dengan sebuah perkumpulan seni yang dulu berada di samping Museum Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) yang bernama Srapo.
Di sana, ia bertemu dengan para senior yang memberikan inspirasi serta motivasi untuk terus menari dan memperdalam dunia seni.
"Awalnya saya terjun di sanggar-sanggar lain, mulai dari Sanggar Tari Adila di Tenggarong, kemudian saya dipercaya untuk melatih di berbagai sekolah, mulai dari TK, SD, SMA hingga kuliah. Setelah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia seni, akhirnya saya memberanikan diri untuk mendirikan sanggar ini, tentunya dengan dukungan keluarga yang juga memiliki latar belakang seni," ungkap Yuli pada Kutairaya.com di Tenggarong, Selasa (14/10/2025).
Nama Ketikai sendiri dalam bahasa Kutai, merupakan daun janur yang dianyam dan digunakan dalam berbagai acara tradisional, seperti tasmiah atau penyambutan tamu. Ketikai melambangkan rasa syukur dan harapan akan kelancaran serta keberkahan.
"Ketikai bagi kami adalah simbol kebersamaan, keberkahan, dan rasa syukur kepada Allah SWT. Melalui nama ini, kami berharap dapat menjaga eksis budaya kami, serta memperkenalkan seni tari kepada masyarakat Kukar," sebutnya.
Sanggar Tari Ketikai tidak hanya menerima anggota dari usia dewasa, tapi juga membuka bagi anak-anak sejak usia dini.
Ia mengaku, tantangan dalam mengajarkan tari pada anak-anak adalah kemampuan mereka untuk memahami gerakan dan konsep tari.
"Contohnya, saya ngajar Anak-anak TK, mengajar mereka memang punya tantangan tersendiri, karena mereka belum sepenuhnya mengerti apa itu tari. Tapi justru dari situ, kami belajar banyak tentang cara mendekati mereka agar materi bisa dipahami dengan cara yang menyenangkan, jadi kita harus memahami karakter mereka dulu, " tambahnya.
Sanggar Tari Ketikai memiliki tujuan untuk memperkenalkan dan melestarikan seni tari tradisional dari Kutai, khususnya Tari Jepen dan Tari Dayak. Menurutnya tari Jepen memiliki tiga jenis, yaitu tari tradisi, tari kreasi dan tari kontemporer.
"Tujuan saya membuat sanggar ini adalah untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya kita, khususnya tari Jepen dan tari Dayak, dan untuk saat ini jumlah anggota kami sekitar 15 orang," tuturnya.
Untuk penampilan, sanggar ini sudah banyak tampil diberbagai acara termasuk acara Dinas Pariwisata, acara Erau, dan acara-acara lainnya seperti di Titik Nol dan Simpang Odah Etam.
"Saya berharap Sanggar Tari Ketikai bisa terus sukses, dikenal luas, dan tetap melestarikan budaya tari yang ada di Kutai. Semoga apa yang kami lakukan bisa memberikan manfaat dan inspirasi bagi banyak orang," harapnya. (*zar)