• Sabtu, 11 Oktober 2025
logo
DPRD Provinsi Kalimantan Timur



Penari Sanggar Seni Puandara di Kedang Ipil.(Dok Sanggar Seni Puandara)


TENGGARONG, (KutaiRaya.com) : Di zaman kesenian modern, Sanggar Seni Puandara tetap bertahan menjadi wadah melestarikan kesenian Kutai di Desa Kedang Ipil, Kecamatan Kota Bangun Darat.

Sanggar ini telah menjadi tempat belajar, bermain, sekaligus menjaga warisan budaya sejak tahun 2016.

Penanggung Jawab Sanggar Seni Puandara, Dahlia menjelaskan, awal terbentuknya Sanggar Seni Puandara dari kesadaran atau inisiatif dengan adanya potensi atau bakat anak-anak di Desa Kedang Ipil.

Saat itu, anak-anak sering menirukan gerakan tari dari apa yang mereka lihat disekolah, ataupun diacara tari. Melihat antusias mereka, kami sepakat untuk membentuk sanggar, agar anak-anak memiliki wadah belajar.

"Awalnya kami melihat anak-anak dari desa kami yang suka menari, mereka meniru gerakan disekolah dan diacara tari sambil bermain. Dari situ kami berpikir kenapa tidak dibentuk sanggar," ujar Dahlia pada Kutairaya.com melalui via telepon, Kamis (9/10/2025).

Sebelum menjadi Sanggar Seni Puandara, sebenarnya seni ini sudah berjalan sejak 2013 dengan nama seni dan budaya.

Nama Puandara sendiri memiliki kisah yang mendalam, kata dia nama itu berasal dari cerita turun temurun tentang seorang gadis cantik bernama Pandara, yang konon diperebutkan oleh banyak pemuda di kampung.

Untuk menghindari konflik, gadis tersebut akhirnya dikubur hidup-hidup dengan beberapa bekal seperti beras dan panci.

"Agar tetap dihormati, kami ganti namanya jadi Puan Dara, karena dalam bahasa sini Puan itu panggilan kehormatan di atas Boyok atau nenek," jelasnya.

Ia mengatakan, sanggar Seni Puandara ini telah melestarikan dua jenis tarian yaitu tari Pedalaman dan tari Jepen.

"Kegiatan latihan dilakukan seminggu sekali, yang berada di Balai Adat Kedang Ipil," lanjutnya.

Berjalannya waktu, banyak tantangan yang harus dihadapi untuk terus lestarikan kesenian di Desa Kedang Ipil, salah satunya adalah minimnya pengajar dan fasilitas.

"Sanggar ini terbentuk sukarela, jadi anak-anak SMA yang turun tangan secara sukarela setelah pulang sekolah," katanya.

Selain itu, hilangnya pemain laki-laki, yang dulu memainkan musik, kini, mereka hanya mengandalkan musik dari HP.

"Kami semua kerja sukarela, pengajarnya anak-anak sekolah, kadang juga ada yang sudah kerja, jadi tidak bisa setiap waktu hadir," ungkapnya.

Saat ini, sanggar memiliki sekitar 30 anggota yang mayoritas perempuan, tahun ini, mereka sempat tampil di beberapa ajang, termasuk di Kukar Festival Budaya Nusantara (KFBN).

Terkait dukungan dari pemerintah, ia mengaku pemerintah desa dan kabupaten sangat baik, sebelumnya kami telah diberi bantuan berupa kain kostum, transportasi, bahkan honor.

Lebih lanjut, dengan kondisi yang sekarang ia berharap, sanggar ini bisa berkembang lebih baik dan bisa terus menjaga kesenian.

"Kami berharap sanggar ini bisa terus ada dan berkembang, tapi untuk sekarang, kami jalani saja dulu dengan apa yang ada," tutupnya. (*zar)



Pasang Iklan
Top