Latihan sebelum tampil dari Sanggar Seni Pesisir Nusantara.(Dok. Sanggar Seni Pesisir Nusantara)
TENGGARONG, (KutaiRaya.com) : Berawal dari kegelisahan pribadi, Hadri Bahru berhasil melahirkan sebuah wadah seni yang kini menjadi tempat berkembangnya bakat anak-anak muda pesisir di Samboja.
Sanggar Seni Pesisir Nusantara, sanggar yang ia dirikan, kini mulai dikenal sebagai ruang belajar, berkarya, dan melestarikan budaya.
Hadri Bahru, pria asal Makassar yang merantau ke Samboja sejak 2014, awalnya merasa prihatin melihat minimnya kegiatan seni dan budaya di Samboja.
"Saat saya datang ke sini, saya lihat tidak ada sanggar seni yang aktif mengisi acara seperti Pesta Laut atau expo," ujar Hadri pada Kutairaya.com melalui via telepon, Selasa (7/10/2025).
Sebelumnya, ia memiliki latar belakang seni dan teater dari Universitas Hasanuddin Makassar, yang tergabung dalam Kelompok Studi Sastra dan Teater (Kos Sastra).
"Saya lumayan iri dengan teman-teman dari Jawa datang ke sini bawa alat musik tradisionalnya, bawa budayanya. Saya salut, dan jujur, Akhirnya saya bertekad untuk ikut partisipasi," lanjutnya.
Mengetahui anak-anak muda di Samboja pada umumnya langsung bekerja selepas lulus sekolah, maka dirinya masuk ke tingkat SD untuk memperkenalkan kesenian. Ia pun mulai mengajar seni di SD Negeri 019 Samboja sejak tahun 2022.
"Alhamdulillah, pihak sekolah sangat mendukung, anak-anak mulai belajar memainkan alat musik tradisional, menari, dan tampil di beberapa kegiatan sekolah," sebutnya.
Melihat antusias anak-anak yang besar, ia pun mendirikan Sanggar Seni Pesisir Nusantara pada 18 November 2023. Tak hanya itu, sanggar ini juga telah memiliki Nomor Induk Kesenian dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar.
Sanggar Seni Pesisir Nusantara kini menaungi beberapa jenis seni, seperti seni tari, musik tradisional, dan kini ia tengah merencanakan akan mengembangkan paduan suara serta teater.
Uniknya, meski Hadri membawa budaya asal Sulawesi seperti tari Toraja dan Bugis Makassar, ia tak membatasi anak-anak hanya mengenal budaya itu saja.
"Kami tanamkan nilai keberagaman sejak dini, tahun pertama ajarkan tari Sulawesi, tahun kedua kami tambah tari Dayak dan Jepen. Tahun ketiga, kami latih tari Banjar dan Melayu, waktu itu saat saya mengajar untuk SD," ungkapnya.
Jumlah anggota saat ini mencapai 47 orang, ia mengakui untuk mengatur waktu latihan menjadi tantangan tersendiri.
"Anak-anak ini kebanyakan masih sekolah. Mereka punya banyak kegiatan seperti pramuka, PMI, ekskul lainnya, biasanya kami latihan di sore hari, kalau malam, kami juga tidak enak ambil anak-anak, apalagi yang perempuan," tuturnya.
Latihan rutin biasanya dilakukan di halaman SDN 019 Samboja atau di lahan kosong dekat rumahnya, yang juga dipakai bersama perguruan silat Tapak Wali.
Sanggar ini telah tampil di berbagai kegiatan, seperti Pesta Laut, Lomba Merah Putih di Sanga-Sanga, hingga beberapa lomba antar sekolah seperti FL3SN.
"Saya ingin anak-anak sanggar ini bisa tampil di panggung besar seperti Erau. Saya ingin mereka merasakan tampil di event luar daerah, agar semangat mereka untuk mencintai budaya semakin kuat," pungkasnya. (*zar)