• Senin, 08 Desember 2025
logo
DPRD Provinsi Kalimantan Timur



Pelaksanaan Menjamu Benua di Kelurahan Timbau.(Foto:Achmad Nizar/Kutairaya)


TENGGARONG, (KutaiRaya.com) : Menjelang pelaksanaan Erau Adat Kutai, para dewa dan belian melaksanakan ritual, yaitu Menjamu Benua, sebagai bentuk penghormatan kepada makhluk tak kasat mata.

Ritual ini dilaksanakan pada Kamis (18/9/2025), setelah proses Beluluh Sultan di pagi hari, sebelumnya terdapat pelaksanaan Titik Bande yang dilakukan kemarin. Titik bande sendiri merupakan kegiatan mengelilingi Kota Raja Tenggarong untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa Erau akan segera digelar.

Belian Satin mengatakan, menjamu benua ini adalah bagian penting dari rangkaian acara adat Kutai yaitu Erau, proses ini dilakukan untuk menjamu orang dimensi lain yang diberi kabar sebelumnya untuk datang ke penjamuan.

"Tujuannya supaya mereka juga merasa dihormati dan tidak mengganggu acara, kita beri mereka jamuan, supaya mereka merasa dilibatkan dan acara bisa berjalan lancar, sehingga tidak ada kejadian diluar nalar kita," ujar Belian Satin pada Kutairaya.com usai melakukan ritual di Kelurahan Timbau, Kamis (18/9/2025).

Menjamu Benua dilakukan di tiga titik lokasi, yaitu kepala benua yang berada di Kelurahan Mangkurawang, perut benua di depan Museum Mulawarman, dan buntut benua di Kelurahan Timbau.

Prosesi ini dipimpin oleh Belian, yaitu tokoh adat yang memiliki kemampuan membaca mantra-mantra khusus dalam bahasa Belian.

Sementara itu, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Erau Adat Kutai dari Disdikbud Kukar Awang Rifani menjelaskan, bahwa Menjamu Benua ini adalah ritual memberi makan atau menjamu makhluk halus di tiga titik tersebut yang disebut sebagai kepala, perut, dan buntut benua.

"Benua itu dalam bahasa Kutai artinya kampung, jadi ritual ini adalah bentuk penghormatan kepada penghuni kampung, supaya mereka tidak mengganggu selama tujuh hari pelaksanaan Erau," katanya.

Ia menambahkan, bahwa ritual ini terus dilakukan setiap tahun, namun saat ini keberadaan Belian semakin terbatas atau dibilang hampir punah.

Belian sendiri hanya berada didaerah Kedang Ipil, karena wilayah itu sempat terisolasi pada tahun 1980, sehingga sistem kepercayaan dan budaya adatnya masih terjaga dengan baik.

"Di daerah Kutai lainnya, keberadaan Belian makin langka karena tidak adanya regenerasi," tutupnya. (*zar)



Pasang Iklan
Top