• Jum'at, 17 Oktober 2025
logo
DPRD Provinsi Kalimantan Timur



Pengrajin Sampe dan Gambus dari Tenggarong Saipul.(Foto: Andri Wahyudi/KutaiRaya)


TENGGARONG, (KutaiRaya.com): Saipul (67) seorang pengrajin alat musik tradisional sampe dan gambus yang berada di RT 23 Jalan Gunung Semeru, Kelurahan Loa Ipuh, Kecamatan Tenggarong tetap bertahan ditengah sepinya pembeli. Hal ini akibat Covid-19 yang melanda tahun 2020 yang lalu.

Pria yang merupakan pensiunan Dinas Pariwisata Kabupaten Kutai Kartanegara ini terus berupaya agar karyanya tidak hilang begitu saja. Jika ada yang mau pesan Saipul siap membuatkan gambus maupun sampe sesuai permintaan.

"Saya sudah menggeluti usaha kerajinan alat musik ini sejak tahun 2009 lalu, dan tidak produksi terakhir 2020 karena sepi pembeli," kata Saipul Sabtu (9/8/2025).

Saipul mengungkapkan, bahwa sebelum Covid melanda usahanya cukup laris manis, ada saja pesanan yang masuk. Alat musik yang dihasilkan bukan sembarangan. Ia lebih mengutamakan kualitas dan hasil yang memuaskan bagi pembelinya. Karena bahan yang digunakan cukup susah didapatkan, untuk sampe terbuat dari kayu sungkai.

Dengan kayu sungkai gambus yang dihasilkan akan bagus, kayunya juga empuk seperti jati. Namun kayu ini sudah jarang ditemui.

"Banyak orang bikin gambus, pakai kayu sembarangan dengan alasan orang bisa beli harga murah. Artinya kalau murah, otomatis kualitasnya beda. Kalau saya tidak mau seperti itu, harus menjaga kualitas dan bahan pun harus bagus," ungkapnya.

Untuk membuat gambus atau sampe itu tergantung dari kayunya, kalau kayu sudah kering, kalau sudah kering itu paling lama 10 hari satu unit bisa selesai.

Saipul mengakui, ketrampilan membuat gambus dia dapat secara otodidak atau belajar sendiri, karena ketertarikannya kepada alat musik tradisional. Bahkan untuk menyetel alat musik hanya memperkirakan nadanya. Tapi ia pastikan hasil produknya terjamin kualitasnya.

Ada empat produk andalan yang ia buat, yakni alat musik sampe dengan ukiran khas Kutai, gambus dengan ukiran khas naga, gambus berbahan dari kompor hoock, dan gambus berkepala dua. Ia menjual alat musik ini mulai Rp 1,5 juta sampai Rp 2,5 juta per unit.

Saipul menyebut, dulunya produk gambus dan sampe sering dipakai pada acara Erau dan sebagai cindera mata tamu tamu dari luar daerah yang datang ke Kukar. Dan produknya sering dilirik oleh wisatawan yang datang ke Kukar.

"Tapi saat ini tidak lagi seperti dahulu, semenjak sepi pembeli dan tak ada produksi saya beralih usaha. Yakni penyewaan sound sistem di acara-acara hajatan. Setidaknya bisa menopang hidup," jelasnya.

Terlepas dari itu, Saipul tetap melestarikan kesenian gambus di Tenggarong. Karena ia juga merupakan pemain musik tradisional mulai dari sampe hingga gambus, disetiap ada acara-acara santai di Cafe maupun tempat tonggkrongan.

"Harapan kami, musik tradisional sebagai salah satu ciri khas daerah. Maka ia mengajak masyarakat tetap melestarikan kesenian melalui generasi penerus," tutupnya. (Dri)



Pasang Iklan
Top