Ilustrasi Anjal dan Gepeng (Foto:Pekanbaru.go.id)


SAMARINDA (KutaiRaya.com) Keberadaan anak jalanan (anjal) dan gelandangan pengemis (gepeng) di Kalimantan Timur, khususnya di Samarinda dan Balikpapan, masih sulit dikendalikan meski penertiban rutin dilakukan. Salah satu penyebab utamanya adalah kebiasaan masyarakat yang masih memberikan uang secara langsung di jalan.

Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kaltim, Andi Muhammad Ishak, menilai kebiasaan tersebut justru memperkuat ketergantungan dan menghambat upaya penanganan. Alih-alih mendorong perubahan, pemberian uang malah memperpanjang aktivitas anjal dan gepeng di ruang publik.

"Masalah utamanya adalah penegakan aturan yang masih lemah, dan di sisi lain, masyarakat masih memberikan uang secara langsung. Ini memperkuat siklus ketergantungan," ucap Andi, Sabtu (12/07/2025).

Di sisi lain, penanganan yang dilakukan Satpol PP disebut belum membawa dampak besar karena tidak diikuti dengan pembinaan dan pengawasan berkelanjutan. Banyak anak dan gelandangan yang sudah terjaring razia kembali beraktivitas di tempat semula karena tidak ada solusi ekonomi yang tersedia.

"Tidak semua dari mereka bisa langsung dibina. Banyak yang kembali ke jalan karena tidak ada pengawasan pasca-rehabilitasi dan solusi ekonomi yang nyata belum tersedia," jelasnya.

Dinsos Kaltim telah menyiapkan sejumlah layanan rehabilitasi di panti sosial, termasuk pelatihan keterampilan, pemenuhan kebutuhan dasar, pembinaan spiritual, layanan kesehatan, hingga pemulangan ke daerah asal.

Salah satu panti yang sebelumnya dikhususkan untuk korban kekerasan dan tuna susila juga telah dialihkan untuk fokus menangani gepeng.

Namun, menurut Andi, program yang sudah disiapkan tidak akan berhasil bila masyarakat masih membuka celah dengan memberikan uang secara langsung di jalanan.

"Kalau masyarakat berhenti memberi, mereka tidak akan kembali ke jalan. Di sinilah pentingnya penegakan aturan dan perubahan pola pikir publik," pungkasnya. (skn)