• Jum'at, 17 Oktober 2025
logo
DPRD Provinsi Kalimantan Timur



Rahma, penjual amplang di Jalan Slamet Riyadi. Toko Usaha Amplang Devi yang berdiri sejak tahun 2006 silam, Senin (22/09/2025).(Foto: Abi/KutaiRaya)


SAMARINDA, (KutaiRaya.com) : Produk oleh-oleh khas Kota Samarinda, amplang, masih menjadi buah tangan utama para wisatawan lokal maupun domestik.

Belum lengkap rasanya, jika berkunjung ke Kalimantan Timur, khususnya Kota Samarinda, belum merasakan oleh-oleh khas Samarinda. Mulai dari batik Samarinda, Nasi Kuning Samarinda hingga amplang dengan olahan khas ikan Samarinda.

Memang, tidak setiap hari toko ramai dengan pengunjung, namun untuk keseharian, tetap ada pembeli. Salah satu pedagang amplang yang sudah sejak 2006 silam merintis usaha ini, Rahma mengatakan, jika konsumen untuk tokonya selalu berjalan setiap hari, meskipun tidak seramai saat momen-momen tertentu.

“Kalau hari-hari biasa ada aja yang beli, tapi kalau seperti lebaran, acara wisuda, atau ada acara-acara lainnya itu ramai. Wisatawan juga ramai,” ucap Rahma, pedagang usaha amplang Usaha Devi, di Samarinda, Senin (22/9/2025).

Untuk proses olahan, rata-rata pedagan amplang bekerjasama dengan pihak pengolahan daging ikan. Sementara, untuk Toko Usaha Devi sendiri akan mengelola bahan setengah jadi tersebut menjadi produk siap pasar dan konsumsi.

“Kami biasanya beli bahan mentah, seperti daging ikan pipih lalu diolah di sini. Jadi produksi setengah jadinya, kita kelola sampai jadi di sini,” lanjutnya

Untuk kisaran harga, Usaha Devi menjual dengan harga yang bervariasi. Untuk ukuran kecil 150 Gr, berada di harga Rp 12.000. Sedangkan untuk ukuran di atasnya, berada di harga Rp 22.000.

“Ada dua belas ribu, dua puluh dua ribu, sama yang satu kilo itu seratus tiga puluh lima ribu,” bebernya.

Masyarakat dapat membeli produk khas Kota Samarinda di sepanjang Jalan Slamet Riyadi, Kota Samarinda.

Amplang sendiri punya sejarah unik dalam perkembangannya. Rudi Ariandi, salah satu pedagang amplang, saat bercerita mengenai singkat sejarah amplang.

Sekitar tahun 60-an, bantaran sungai mahakam, amplang lahir dari rahim seorang warga Samarinda bernama Nek Aluh. Dulunya, Nek Aluh diberikan masukkan oleh seorang warga berdarah Cina untuk mengolah sumber daya alam berupa ikan dengan beberapa resep bumbu.

“Menurut cerita yang ada, awalnya karena ikan pipih (belida) ini banyak di Samarinda (ulu Mahakam). Jadi dari pada tidak terolah, diajakanlah cara buat amplang itu ke Nek Aluh,” ucap Rudi.

Waktu terus berjalan, olahan Nek Aluh memproduksi amplang. Semakin banyak lidah merasa, amplang pun terus menyebar dari mulut dan telinga warga. Hingga tahun 70-an , warga Samarinda semakin mengenal amplang sebagai olahan khas yang lahir dari perut Mahakam.

Hingga hari ini, amplang terus berkembang dan menjadi buah tangan masyarakat untuk jadi kudapan atau bahkan jamuan tamu di tiap pintu rumah warga ataupun kegiatan-kegiatan yang mengenalkan produk lokal Samarinda. (*Abi)



Pasang Iklan
Top